Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 14 April 2015

Artikel Dana

                                                                             DANA
     

      Pengantar
“Beruntung atau tidak beruntung tergantung pada kebaikan dan kejahatan seseorang”.
Kinerja perbuatan baik menghasilkan jasa kebaikan (puñña), suatu sifat yang memurnikan pikiran. Jika pikiran tidak diperiksa pikiran cenderung dikuasai kecenderungan jahat menyebabkan seseorang melakukan perbuatan buruk dan jadi bermasalah. Kebaikan memurnikan pikiran dari kecenderungan jahat akan keserakahan kebencian dan khayalan. Pikiran tamak mendorong orang pada nafsu, pengumpulan dan penimbunan; pikiran benci menyeretnya menuju ketidaksukaan dan kemarahan; dan pikiran berkhayal membuat seseorang menjadi terjerat dalam keserakahan dan kebencian, berpikir bahwa akar kejahatan ini benar dan berharga. Perbuatan jahat menimbulkan lebih banyak penderitaan dan mengurangi kesempatan untuk mengetahui dan mempraktikkan Dhamma.
Kebaikan penting untuk menolong kita selama perjalanan hidup kita. Kebaikan berhubungan dengan apa yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, dan dapat meningkatkan kualitas pikiran. Sementara kekayaan material yang dikumpulkan seseorang dapat hilang oleh pencuri, banjir kebakaran, penyitaan dan lain-lain. Manfaat kebaikan akan mengikutinya dari  kehidupan ke kehidupan dan tidak akan hilang ataupun tertukar, meskipun bisa habis jika tidak ada lagi usaha untuk berbuat kebaikan lebih banyak lagi. Seseorang akan mengalami kebahagian di sini, sekarang ini, dan sesudahnya melalui perbuatan baiknya.
Kebaikan adalah fasilitator sekaligus investasi yang hebat, kebaikan membuka pintu kesempatan dimana-mana. Seseorang yang baik akan sukses dalam usaha apapun yang ia lakukan jika ingin melakukan bisnis, ia akan bertemu dengan orang dan rekan yang tepat; jka ia ingin menjadi pelajar atau peserta didik, ia akan mudah memperoleh kesempatan mendapatkan beasiswa prestasi dan dukungan dari para pembimbinng akademik; jika ia ingin mencapai kemajuan dalam meditasi ia akan bertemu dengan guru meditasi yang piawai membimbingnya dan masih banyak lagi kesempatan yang akan diperoleh.
Ada bebarapa ladang yang subur akan kebaikan yang menimbulkan hasil yang melimpah bagi pelaku perbuatan baik itu. Sama seperti tanah dapat menghasikan panen yang lebih baik (katakan tanah hitam lebih subur dibandingkan tanah berbatu), suatu perbuatan baik yang dilakukan terhadap orang tertentu dapat menghasilkan lebih banyak lagi kebaikan dari pada terhadap orang biasa. Ladang kebaikan yang subur ini termasuk sangha atau orang suci, ibu, ayah dan fakir miskin. Perbuatan baik yang dilakukan pada kelompok orang ini akan terwujud dalam banyak cara dan menjadi sumber hasil yang berlimpah.
Sang Buddha mengajarkan para siswanya untuk melakukan perbuatan baik, agar memperoleh kehidupan bahagia dan damai serta mengembangkan pengetahuan dan pemahaman, perbuatan-perbuatan baik tersebut salah satunya adalah kemurahan hati (Dana). Perbuatan yang paling mudah untuk mengurangi tiga akar perbuatan jahat ini (khususnya Lobha). Pengertian berdana yang diajarkan oleh Sang Buddha Gotama adalah merupakan cara untuk menunjang menyembuhkan penyakit batin manusia yang disebut Lobha. Dalam beberapa ajaran beliau, dana selalu diletakkan pada urutan pertama, misalnya dalam Dasa Paramitha (Sepuluh Kebajikan ) dan di dalam Dasa Punna Kiriyavatthu (Sepuluh Jalan Perbuatan Baik).
Perlu kita ketahui bahwa nilai serta manfaat suatu dana tidak hanya ditentukan oleh besar kecilnya dana itu saja tetapi juga ditentukan oleh kesungguhan hati (kehendak/ cetana) kita pada saat akan berdana (Pubba Cetana), sewaktu berdana (Munca Cetana) dan saat sesudah berdana (Apara cetana); serta factor-factor lainnya lagi. Jika ketiga tahapan tersebut misalnya kita lakukan dengan hati yang berbahagia maka akan semakin besar pula nilai dana tersebut dan sebaliknya bila kita lakukan dengan penyesalan, maka nilai dari dana itupun akan berkurang. Tetapi walaupun kita sudah tahu bahwa berdana itu adalah suatu kebajikan yang paling mudah untuk dilakukan, namun pada kenyataannya masih banyak orang khususnya umat Buddha yang tidak mau berdana. Jika mereka berdana, masih banyak yang berdana karenanya adanya pamrih tertentu atau karena terpaksa. Mereka masih juga berpikir dan menganggap bahwa mereka sendiri masih kekuranga harta benda, sehingga kalau berdana maka hartanya menjadi berkurang. Padahal seharusnya kita menyadari bahwa selama ini kita masih hidup sebagai manusia, biasanya kita tidak akan pernah puas akan sesuatu; sehingga kita juga bisa menyadari bahwa dengan berdana tidak akan menyebabkan harta kita menjadi berkurang, bahkan sebaliknya, dengan berdana kita berarti telah menambah kamma baik kita yang kelak akan berbuah kebahagiaan pada diri kita.
Dalam Dhammapada Sang Buddha mengajarkan;
                Jika seseorang berbuat baik,
                Ia harus melakukannya lagi dan lagi;
                Ia harus menemukan kesenangan didalamnya;
                Karena kebahagian adalah kumpulan dari kebaikan.
                                                                (Dhammapada, 118).


                Jangan menganggap remeh kebaikan dengan berkata.
                “hal ini tidak akan berguna bagiku”
                Bahkan dengan jatuhnya tetes demi tetes
                Seguci air akan penuh.
                Seperti halnya orang bijaksana,
                Mengumpulkan sedikit demi sedikit
                Memenuhi dirinya dengan kebaikan.
                                                (Dhammapada, 122).
                                               
                               
       Pengertian Dana
Dalam Pandangan masyarakat umum, dana diartikan sebagai pemberian atau pertolongan dengan memberikan materi (bersifat kebendaan) kepada orang lain yang memerlukan, sedangkan bantuan lainnya yang bukan berupa materi, belum dapat dikatakan sebagai dana, tetapi hanya dikatakan sebagai bantuan biasa saja. Dalam Agama Buddha, yang dimaksud dengan Dana adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk menolong makhluk lain, artinya memberikan pertolongan tanpa pamrih baik berupa materi, tenaga, maupun pemberian maaf dan rasa aman. Dana dalam agama Buddha tidak dipaksakan,hanya dianjurkan dan termasuk salah satu dari sepuluh perbuatan baik (Dasa punna Kiriyavatthu) yang dapat dilaksanakan oleh umat Buddha.
Berdasarkan tata bahasa Pali istilah “Dana” dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Diyabeti Danam, yaitu sesuatu yang telah diberikan disebut Dana.
2. Duggati Dayati Rakkbati Danam, yaitu sesuatu yang membuat si pemberi memperoleh   perlindungan, keselamatan, kebebasan dan penderitaan atau kesukaran disebut dana.

Kitab Visuddimaga, Buddhaghosa Thera telah memberikan definisi sebagai Danam Vuccati Avakbandbam yaitu sesuatu yang diberikan dengan niat disebut Dana. Dana biasa diterjemahkan sebagai pemberian sedekah. Pemberian sedekah mengingatkan kepada pemberian hadiah kepada orang-orang miskin atau kepada mereka yang berada dalam lingkungan yang tidak menguntungkan.
Berdana adalah perbuatan melepas sesuatu yang dimiliki dengan tulus ikhlas dan memberi kepada mereka yang membutuhkan bantuan demi suatu tujuan yang baik. Berdana tidak lain adalah murah hati yang terkandung dalam pengertian alobha (tidak serakah).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dana diartikan sebagai uang yang disediakan untuk kepentingan kesejahteraan, juga diartikan sebagai pemberian hadiah atau hadiah atau derma. Sedangkan dari sudut lain, berdana dapat juga diidentifikasikan dengan sifat pribadi kedermawanan (caga), yaitu memberikan apa yang dimiliki demi kepentingan orang lain. Sudut pandang ini menyoroti praktek berdana bukan sebagai tindakan perwujudan luar, di mana suatu obyek dipindahkan dari diri sendiri untuk diberikan kepada yang lain, namun merupakan kecenderungan dalam diri untuk memberi lewat tindakan nyata, yang memungkinkan adanya berbagai tindakan yang lebih menuntut pengorbanan diri. Praktik berdana dalam ajaran sang Buddha, memiliki tempat dan pengertian khusus yaitu sebagai pondasi dan benih perkembangan spiritual.

Dana merupakan dasar dari segala perbuatan baik. Dana adalah langkah pertama dalam urutan cara-cara berbuat baik (kusula kamma) dan di dalam Punna Kriya Vatthu (sepuluh cara berbuat jasa). Secara garis besar, berdana adalah merelakan sebagian uang atau harta benda miliknya untuk diberikan dengan tanpa pamrih kepada mereka yang membutuhkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan baik dari berdana ini merupakan perbuatan jasa/kebajikan yang paling dasar. Yang merupakan landasan bagi tumbuh berkembangnya kebajikan-kebajikan yang lebih tinggi, yakni sila (hidup bermoral), samadhi (memiliki konsentrasi) dan Panna (memiliki kebijaksanaan), hingga akhirnya mencapai kebebasan sejati (Nibbana).  


2.       Dasar Melakukan Berdana

Agama Buddha sama sekali tidak ada doa-doa untuk mendatangkan rezeki, keberuntungan dan segalanya. Inilah salah satu ciri khas ajaran sang Buddha yang membedakannya dengan ajaran agama-agama lain yang menciptakan sikap pasif dalam mengharapkan pertolongan, bantuan atau sokongan dari sumber-sumber Adi Insani yang tidak pernah terbuktikan secara nyata. Agama Buddha mendidik penganutnya untuk menjadi orang-orang berjiwa mulia, yang siap menyalurkan bantuan kepada sesama bahkan kepada makhluk-makhluk yang lebih rendah tatarannya. Semua makhluk tanpa terkecuali dianjurkan untuk berbuat kebajikan dengan berdana. Dalam pandangan Buddhis, berdana bukanlah suatu kebajikan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kaya, mereka yang miskinpun dapat berdana.

“Dananca Dhammacari Yoca, Nata Kanca Sangaho, Anavajjani
Kammani Etammang Alamuttamam”. (Mangala, 11).
Berdana dan hidup sesuai dengan Dhamma, menolong sanak keluarga, perbuatan tanpa cela. Itulah berkah utama.

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa berdana itu merupakan suatu perbuatan yang sangat dianjurkan, karena berdana merupakan berkah utama yang bisa dilakukan oleh siapapun di setiap waktu. Mempraktikkan kedermawanan, tidak banyak yang perlu dimiliki. Orang dapat memberi sesuai dengan sarana yang dimilikinya, sebab nilai suatu dana tidak diukur berdasar jumlah atau harga barang yang dipersembahkan. Dana yang diberikan dari penghasilan seseorang yang kecil dianggap amat berharga. Kesimpulannya yaitu bahwa sang Buddha sangat menghargai umatnya yang mencari nafkah dengan cara yang benar dan kemudian secara dermawan memberikannya kepada yang membutuhkan. Sekalipun memberikan dalam jumlah kecil, jika hatinya dipenuhi keyakinan, maka akan memperoleh kebahagiaan di kemudian hari. Anjuran berdana yang lain juga tertulis dalam kitab Dhammapada sebagai berikut:

“Jineka dariyah danena”. (Dhp, 223).
Atasilah noda keserakahan dan praktekkan Dana. (Dhp. 223).

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa berdana merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan di dalam agama Buddha, sebagai ajaran yang paling dasar yang disampaikan oleh Sang Buddha.

3.       Penggolongan, Kualitas, dan Cara Berdana

a.       Penggolongan Dana
Secara garis besar dana dapat dipilah menjadi tiga jenis yaitu Amisa-dana, Dhamm dana dan Abhaya dana. Amisa-dana adalah pemberian dalam bentuk benda materi, Dhamma-dana adalah pemberian berupa pengetahuan Dhamma dan Abhya dana adalah dana dengan memaafkan.

·         Amisa - dana
Amisa-dana merupakan pemberian yang paling umum yaitu berupa benda materi. Obyek materi tidak perlu memilik nilai yang besar untuk bisa menghasilkan hasil yang besar.
Menurut jenis obyek yang pantas untuk didanakan Amisa-dana dapat dibedakan dan dijelaskan di dalam kitab suci agama Buddha yaitu dalam Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka dan Abhidhamma Pitaka.

Dana dalam kitab Sutta Pitaka, dibedakan menjadi 10 macam yaitu: makanan, minuman, jubah, kendaraan, bunga dupa, wangi-wangian, tikar, obat-obatan dan lampu untuk penerangan.

Dalam kitab Vinaya Pitaka menjelaskan bahwa dana terdiri dari 4 macam, yang dipersembahkan kepada para Bhikkhu/i dan Samanera/i, yang disebut Nisaya atau 4 macam kebutuhan pokok dalam kehidupan Viharawan. Keempat kebutuhan hidup tersebut adalah:
1. Civara       : jubah
2. Pindapatta             : makanan dan minuman
3. Senasana                : fasilitas tempat tinggal
4. Bhesajja  : obat-obatan dan peralatan medis/kesehatan.
Selain keempat dana ini maka selebihnya adalah merupakan kebutuhan tambahan atau pemberian tambahan kepada para Bhikkhu/i dan Samanera/i. Pelaksanaan persembahan dana kepada para Bhikkhu dan Samanera harus mengerti apa yang patut dan tidak patut dilakukan dan jugas harus mengetahui tradisi Viharawan yang
bersangkutan.

Dana dalam kitab Abhidhamma Pitaka digolongkaan menjadi 6 kelompok, menurut keenam dasar indera manusia yakni:
1.       Dana dari persepsi penglihatan atau obyek yang terlihat, misalnya jika seseorang melihat sesuatu yang indah kemudian bermaksud untuk didanakan.
2.       Dana dari persepsi pendengaran, misalnya ketika mendengar orang akan berdana atau latihan meditasi di suatu Vihara, maka bermaksud untuk melaksanakan.
3.       Dana dari persepsi penciuman, misalnya jika seseorang menimbun sesuatu yang harum misalnya bunga-bunga atau wangi-wangian, kemudian merasa senang untuk dipersembahkan kepada rupang Buddha atau ke Vihara
4.       Dana dari persepsi rasa,
Dana ini berupa makanan yang dipersembahkan untuk dipersembahkan untuk para Bhikkhu/i dan Samanera/i dan juga kepada umat awam lainnya, dengan tujuan untuk berbuat baik atau jasa bagi dirinya dan memberi bantuan kepada orang lain.
5.       Dana dari persepsi sentuhan fisik atau obyek berwujud lainnya, misalnya pakaian, alat duduk atau tikar, kendaraan dan fasilitas lainnya dengan berniat untuk jasa bagi yang membutuhkan.
6.       Dana dari sentuhan batin atau hati, obyek pemikiran atau batin. Hal ini berarti sentuhan emosional kepada kelima kelompok tersebut di atas, yaitu merasa bahagia dan bermaksud berbuat jasa dengan benda-benda atau hal-hal tersebut.

Amisa–dana ini bisa dilakukan oleh masyarakat umum, begitu juga penerimanya. Wujud Amisa-dana kepada masyarakat berupa sumbangan ke berbagai organisasi sosial, sumbangan ke rumah sakit, perpustakan umum dan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan. menfaat Amisa-dana adalah menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan materi.

·         Dhamma – dana
Dhamma-dana merupakan pemberian berupa pengetahuan Dhamma. Dana ini memberikan hasil dan pahala yang lebih tinggi dibanding dengan Amisa-dana. Oleh Sang Buddha dikatakan dalam Dhmmapada. 354:
“Sabbadanam dhammadanam jinati”.(Dhp, 354).
Dari semua pemberian, pemberian Dhammalah yang tertinggi.

Dengan mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara langsung maupun tidak langsung merupakan suatu upaya pelestarian Dhamma bagi kepentingan generasi penerus. Sehingga Dhamma-dana dapat bermanfaat baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang, dan akan menghasilkan timbulnya kebijaksanaan dan pengetahuan. Bila tidak memenuhi syarat untuk mengajarkan Dhamma seseorang dapat berdana Dhamma dengan cara lain yaitu dapat mendanakan buku-buku Dhamma dan membiayai percetakan buku-buku tersebut, dapat membahas Dhamma secara gidak formal dan mendorong orang lain untuk menjalankan sila (peraturan moralitas).

·         Abhaya Dana
Artinya berdana dengan memaafkan, yaitu berupa ampunan ( pemberian maaf ) dan tidak membenci. Juga dalam hal ini termasuk memberikan rasa aman kepada makhluk lain dari mara bahaya. Contoh : memaafkan teman yang bersalah kepada kita; membebaskan makhluk lain yang sedang menderita, misalnya menolong kucing yang sedang terjepit kayu dll.

b.      Kualitas dana
a.       Menurut Tingkatan manfaatnya
Menurut tingkatan manfaatnya, maka suatu dana dapat kita bedakan menjadi empat bagian,yaitu :
1.       Pemberian yang besar dengan manfaat yang kecil (sedikit). Contohnya dalam hal ini yaitu orang-orang yang membunuh binatang untuk di korbankan kapada para dewa dengan disertai perayaan yang besar dan segala macam upacara persembahyangan. Hal ini memerlukan biaya yang besar tetapi pahala atau kebaikan untuk mereka yang melaksanakan sangatlah sedikit.
2.       Pemberian yang kecil dengan manfaat yang kecil. Contohnya dalam hal ini yaitu seseorang yang kaya tetapi Ia sangat kikir sehingga tidak mau berdana dengan banyak (padahal dia mampu).
3.        Pemberian yang kecil dengan manfaat yang besar. Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang miskin yang memberikan dananya dengan jumlah yang sedikit (karena batas kemampuannya memang hanya sampai di situ ) tetapi dia berdana dengan tulus hati dan tanpa pamrih.
4.       Pemberian yang besar dengan manfaat yang juga besar. Contohnya yaitu seorang hartawan yang mendanakan sebagian hartanya guna kepentingan orang banyak, misalnya dengan mendirikan vihara, panti asuhan dan lain sebagainya yang semuanya itu dilakukan dengan hati yang tulus dan tanpa pamrih.

b.      Menurut kehendak (Cetana-nya)
Berdasarkan kehendak (cetana) berarti bahwa ada niat yang baik dalam berdana tersebut. Dalam hal ini berdana bukan sekedar untuk formalitas, pamer kekayaan, mencari nama, promosi diri atau dagangan, menjilat dll. Kehendak baik di sini mencakup tiga masa, yaitu :
1.       Sebelum berdana
Sebelum berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh ketulusan dan keceriaan, dengan berpikir, misalnya “Saya sedang menanam harta benda sebagai sebab kekayaan yang dapat di bawa“
2.       Sewaktu berdana
Sewaktu berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keyakinan dengan berpikir, misalnya “ Saya sedang membuat manfaat suatu harta yang tidak begitu bernilai”.
3.       Setelah berdana
Setelah berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keiklasan dan kepuasan, dengan berpikir misalnya “Saya telah melakukan kebajikan yang dipuji oleh para bijaksana.

c.                                                                                                                                                                                                                                                                               Menurut Mutu Barang Yang Didanakan
Berdasarkan mutu barang yang didanakan, maka suatu dana dapat dibedakan menjadi 3 bagian,sebagai berikut :
1.                                                                                                                                                                                                                                                                                Berdana barang yang buruk, yang diri sendiri sudah tidak mau memakainya lagi. Banyak barang buruk yang sudah kita tidak perlukan lagi misalnya baju yang sudah tidak kita pakai lagi; ini dapat kita berikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Tetapi dalam memberikan barang tersebut kita harus memiliki rasa sopan santun dan memiliki rasa perikemanusiaan. Artinya dalam memberikan barang tersebut kita harus dapat memperkirakan barang tersebut memang masih dapat digunakan (masih layak) oleh orang yang membutuhkan. Janganlah kita berdana barang yang sudah terlampau buruk, misalnya pakaian yang sudah compang camping sehingga sudah tidak layak dipakai lagi.

2.                                                                                                                                                                                                                                                                               Berdana barang yang baik sebaik diri sendiri memakainya. Contohnya bila kita mempunyai buku lebih dari satu sedangkan teman kita tidak mempunyai, maka sebagai teman hendaknya memberikan salah satunya kepada teman tersebut. Dengan demikian kita telah berbuat baik dan kita akan merasa senang bila teman kita senang menerima buku itu.

3.                                                                                                                                                                                                                                                                                Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri. Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri jarang dijumpai dalam kehidupan ini. Biasanya orang hanya mau berdana barang yang sudah buruk atau yang sama seperti yang dipakai dirinya sendiri; tetapi ada juga orang yang mau berdana barang yang lebih baik daripada yang dipakainya sendiri. Bila hal ini memang dilakukan dengan tulus,maka orang yang memiliki sikap demikian sangatlah terpuji. Ia dapat dikatakan memiliki jiwa sosial yang tinggi bila misalnya, Ia membangun sekolahan yang bagus dan baru kepada masyarakat yang membutuhkan, sedangkan rumahnya sendiri cukup sederhana.

d.      Menurut motif tujuannya.
Menurut motif tujuannya, maka suatu dana dapat terbagi sebagai beriku:
a.       Hina Dana, yaitu Dana yang bersifat rendah, yaitu dengan mengharapkan kemasyuran, kekayaan dsb.
b.      Majjhima Dana, yaitu Dana yang bersifat menengah misalnya dengan keinginan untuk dapat terlahirkan di alam surga.
c.       Panita Dana, yaitu Dana yang bersifat luhur, dengan tujuan untuk meraih pembebasan sejati.

e.      Menurut Kemurniaan dari Pemberi dan Penerima Dana.
Didalam Dakkhina vibhanga Sutta, Sang Buddha menyebutkan bahwa nilai suatu dana tergantung juga kepada kelakuan dari orang yang menerima dana maupun yang memberi dana.
1.                                                                                                                                                                                                                                                                 Kemurniaan Pemberi bukan kemurniaan dari Penerima
Artinya yang memberi dana mempunyai kelakuan yang baik bermoral sedangkan yang menerima tidak demikian.
2.                                                                                                                                                                                                                                                                 Kemurnian Penerima bukan pemberi.
Dalam hal ini Penerima dana adalah orang yang bermoral sedangkan pemberinya tidak demikian.
3.                                                                                                                                                                                                                                                                 Tidak Murni dari pemberi dan Penerima
Artinya baik pemberi dan penerimanya tidak bermoral.
4.                                                                                                                                                                                                                                                                 Yang Murni dari Pemberi dan Penerima
Baik yang memberi dana dan yang menerimanya bermoral baik semuanya.

f.        Menurut yang patut menerima dana
Dalam Agama Buddha, Dana patut diberikan kepada siap saja yang memerlukan, namun selain hal tersebut , dikenal pula tentang adanya lapangan yang subur untuk menanam jasa, artinya bila yang kita berikan dan merupakan lapangan yang subur untuk menanam jasa, maka dana tersebut dapat memberikan hasil yang besar bagi yang berdana.
Didalam Dakkhina Vibhanga Sutta, Majjhima Nikaya, dikisahkan bahwa Maha Pajapati Gotami berniat untuk mempersembahkan sepasang jubah baru yang dibuatnya sendiri kepada sang Buddha Gotama. Tetapi sang Buddha menganjurkan agar persembahan ini dialihkan kepada Sangha secara umum. Ananda Thera karena tidak tahu , berusaha membujuk agar mau menerimanya, dengan memperingatkan jasa Mahapajapati Gotami yang pernah menyusui serta merwat beliau semasa kecil. Menaggapi hal ini, sang Buddha Gotama kemudian menjelaskan bahwa ada 14 macam persembahan yang ditujukan kepada Pribadi tertentu (Patipuggalika Dakkhina),yaitu :
1.       Samma-Sambuddha
2.       Pacceka-Buddha
3.        Arahat (Arahatta Phala)
4.       Mereka yang berpraktek untuk meraih kearahatan ( Arahatta Magga)
5.       Anagami (Anagami Phala)
6.       Mereka yang berpraktek untuk meraih keanagamian ( Anagami Magga)
7.       Sakadagami ( Sakadagami Phala )
8.       Mereka yang berpraktek untuk meraih kesakadagamian (Sakadagami Magga)
9.       Sotapanna (Sottapati Phala)
10.   Mereka yang berpraktek untuk meraih kesotappanaan ( Sottapati Magga )
11.   Orang Non Buddhis yang telah melenyapkan nafsunya ( Orang yg memiliki Jhana)
12.   Orang biasa ( awam ) yang bermoral (yang mempunyai kesilaan)
13.   Orang biasa ( awam )yang tidak bermoral (yang jelek kesilaannya)
14.   Binatang/hewan.
Dengan berdana kepada binatang / hewan, seseorang dapat mengharapkan pahala sebanyak 100 kali. Dengan berdana kepada orang awam yang jelek kesusilaanya Pahalanya sebanyak 1000 kali. Dengan berdana kepada awam yang mempunyai kesilaan, pahalanya sebanyak 100.000 kali. Dengan berdana kepada orang non buddhis yang telah melenyapkan nafsunya, pahalanya sebanyak 10.000.000 kali. Dengan berdana kepada mereka yang berpraktek untuk meraih kesotapannaan. Pahala yang tak terhitung, tak terhingga. Apalagi jika dana tersebut dipersembahkan kepada mereka yang tingkatannya lebih luhur, pahalanya tidak terbayangkan lagi. Dari orang yang menerima dana, maka tempat yang merupakan lapangan jasa yang tiada taranya dialam semesta ini adalah Sangha. Buddha Gotama selanjutnya menjelaskan bahwa ada 7 macam sangha yang bisa kita berikan dana persembahan ( Sangha dana ) yaitu :
a.       Sangha Bhikkhu dan sangha Bhikkhuni saat Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai pimpinan sangha.
b.      Sangha Bhikkhu dan sangha Bhikkhuni sesudah Sang buddha (Samma-sambuddha) sebagai pimpinan sangha.
c.       Sangha Bhikkhu saja
d.      Sangha Bhikkhuni saja
e.      Sangha yang terdiri dari para bhikkhu dan bhikkuni dalam jumlah terbatas (sejumlah bhikkhu dan bhikkhuni dari Sangha).
f.        Sangha yang terdiri dari para bhikkhu dalam jumlah terbatas (Beberapa bhikkhu yang disediakan oleh sangha)
g.       Sangha yang terdiri dari para bhikkuni dalam jumlah terbatas (Beberapabhikkhuni yang disediakan oleh Sangha).

c.       Cara Berdana
Memberi benda-benda yang berguna dan menyenangkan merupakan kedermawanan, tetapi jika hanya memperhatikan tindakan-tindakan keluar saja dan tidak mengetahui apakah kedermawanan itu tulus, maka seseorang itu belum dikatakan bedana dengan benar.
Berdana yang benar dapat dilakukan dengan cara:
1.       Persembahan dilakukan dengan Sakkacca-garava (penuh hormat); yaitu memberikan dana dengan bertekad akan mendapat satu pahala tambahan yakni dihormati baik oleh umat awam maupun oleh Bhikkhu.
2.       Berdana dengan Saddha-dana, yaitu berkeyakinan bahwa berkat perbuatan baiknya (kusala) ia akan memperoleh keselamatan, kesejahteraan batin maupun lahir, kelimpahan materi (kekayaan) dan kebahagiaan dalam kehidupan mendatang, selanjutnya akan menuju pencapaian magga, phala dan nibbana.
3.       Berdana sesuai dengan waktunya (kala-dana), yaitu mempersembahkan apa saja yang dibutuhkan pada waktu yang sesuai, misalnya mempersembahkan jubah pada awal wassa memberikan makanan pada waktu yang sesuai setiap hari dan memberikan minuman pada sore hari. Waktu dalam Buddha yaitu hari khusus yang diselenggarakan setelah wassa terakhir mempersembahkan jubah dan keperluan hidup lainnya bagi para Bhikkhu disebut Khatina. Adapun Khatina dilaksanakan setiap tahun sekali antara pertengahan Oktober dan pertengahan Nopember.
4.        Berdana dengan tanpa kekikiran, tanpa keserakahan dan tanpa kemelekatan (anuggahita-dana) yaitu seseorang memberikan dana kepada orang lain dengan ikhlas dan tulus.
5.       Mempersembahkan dan tanpa menistakan orang lain (anupahacca-dana) yaitu berdana dengan tidak melontarkan ucapan yang mencela orang lain karena tidak berdana, dan menjaga agar orang yang diberi tidak merasa dihina.

Demikianlah lima cara dalam berdana. Selain hal itu ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam praktik berdana yaitu:
a.       Pemberi
Pemberi dalam hal ini siapa saja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemberi, tidak harus berstatus sosila tau kaya yang berhak berdana, dan mereka berstatus sebagai orang tua, tetapi setiap orang yang memiliki kemampuan dan pengertian tentang berdana, dapat dan berhak untuk memberi.
Hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi dana dalam melakukan dana agar memperoleh hasil dan manfaat yang maksimal adalah niat. Niat yang harus diperhatikan oleh si pemberi yaitu sebelum, selama, dan setelah tindakan kedermawanan itulah yang terpenting dari faktor-faktor yang terlibat dalam praktik berdana, yakni:
1.       Bhuppa Cetana (Niat Sebelum Berbuat Jasa)
Niat berarti bahwa sebelum berbuat jasa, seseorang harus memiliki niat, kehendak, dan merasa bahagia atas jasa yang akan dilakukannya, yakni dengan mempersiapkan sesuatu yang akan didanakan terlebih dahulu.
2.       Muchana cetana (Niat pada saat berbuat jasa)
Setelah dana disiapkan maka siaplah memberi dana. Sang Buddha mengajarkan bahwa di dalam praktek berdana seperti halnya perilaku lewat tubuh dan ucapan, niat yang mengiringi perbuatan itulah yang menentukan kualitas moralnya. Jika seseorang berdana Bhikkhu, maka sebaiknya mengatakan niat dan menyerahkan dana tersebut dengan sikap penuh hormat.
3.       Aparapa cetana (Niat setelah berbuat jasa)
Aparapa cetana adalah perasaan senang setelah berbuat jasa yaitu selalu bahagia bilamana mengingat perbuatan baik yang telah dilakukan.21 Selain itu yang perlu diperhatikan oleh pemberi dana adalah dana harus diberikan sedemikian, sehingga yang diberi tidak merasa dihina, dikecilkan atau tersinggung. Dana harus diberikan dengan pertimbangan yang sesuai dan dengan rasa hormat serta diberikan dengan tangannya sendiri.

b.      Obyek yang didanakan
Faktor kedua ini harus ada yaitu sesuatu yang didanakan, dalam hal ini apa saja yang orang miliki sebatas kemampuan yang ada, bisa berupa materi maupun imateri, seperti: 1. Barang atau benda
Perlu diperhatikan di sini, bahwa yang akan didanakan yaitu barang yang diperoleh secara halal dan hendaknya yang layak atau dapat digunakan dan yang dibutuhkan si penerima. Contoh dana barang adalah; makanan,minuman, obat-obatan, pakaian, peralatan Vihara, tempat tinggal dan sebagainya.
2. Uang
Uang juga termasuk dana materi (Amisa-dana), uang biasanya merupakan pilihan yang paling mudah untuk dijadikan dana, dan yang paling umum dilakukan, karena uang merupakan alat penukar yang bersifat fleksibel.
3. Tenaga
Tenaga termasuk dana bukan materi. Dana berupa tenaga ini biasanya lebih dibutuhkan. Misalnya, dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sosial, seperti kerja bhakti, menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah dan lain sebagainya.
4. Waktu
Walaupun orang mempunyai jumlah waktu yang sama, tetapi waktu sering dijadikan alasan untuk menghindar dan menolak untuk memberikan bantun.
Maksud berdana dengan waktu di sini adalah meluangkan waktu untuk membantu pekerjaan sosial, pekerjaanpekerjaan di dalam rumah tangga, kerabat dekat, serta sahabat yang punya hajat dengan hati yang gembira dan ikhlas.
5. Pikiran
Dana berupa pikiran ini digolongkan ke dalam Dhammadana yaitu pemberian berupa pengetahuan Dhamma yang dimiliki denga cara memberikan khutbah Dhamma, mengajar, menulis naskah Dhamma, memberi bimbingan, bantuan, tuntunan, petunjuk, nasehat serta perhatian dan kasih sayang.

c.       Penerima dana
Faktor ketiga yang harus ada dalam suatu proses berdana adalah adanya (obyek) yang menerima dana tersebut. Dalam hal ini siapapun bisa menjadi penerima, tidak khusus golongan tertentu saja. Ajaran Buddha menganggap bahwa orang memiliki kewajiban moral untuk memberikan bantuan kepada semua jenis manusia. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, berdana hendaknya ditujukaan kepada sasaran atau obyek yang tepat yaitu:
1.       Mereka yang membutuhkan dana atau bantuan, misalnya yayasan-yayasan sosial, Vihara-Vihara, Panti Asuhan dan lain sebagainya.
2.       Mereka yang berjasa atau yang dihormati, seperti orang tua, kakak, guru, pembimbing, pemerintah dan lain sebagainya.
3.       Mereka yang ada di jalan kesucian, seperti para Bhikkhu dan Samanera. Seorang Bhikkhu tidak dapat mengambil dana bila dana tersebut tudak dipersembahkan. Para Bhikkhu juga tidak boleh menimbun makanan dan memasak. Oleh karena itu, mengetahui yang mesti dilakukan dalam menyerahkan dana kepada Bhikkhu adalah penting bagi umat Buddha.

Secara umum, berdana kepada obyek yang memiliki latihan kemoralan (sila), akan lebih baik daripada berdana kepada mereka yang tidak memiliki sila. Penjelasan dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam berdana itu seseorang harus memperhatikan tiga persyaratan yakni; kesempurnaan dalam kehendak (niat), kesempurnaan dalam pribadi, dan kesempurnaan dalam materi, agar persembahan dana itu memberikan pahala yang besar.

4.       Manfaaf Pemahaman dan Implementasi Dana

a.       Manfaat Dana
Berdana memiliki nilai yang luar biasa pentingnya dalam skema Buddhis, untuk pemurnian mental, karena berdana merupakan senjata untuk melawan keserakahan (lobha). Banyak manfaat dari berdana antara lain:
1.       Berdana meningkatkan persatuan sosial dan solidaritas
Seorang pemberi dana, memberikan kepada orang lain, kehidupan, keelokan kebahagiaan kekuatan dan kepandaian.masyarakat dipersatukan oleh perhatian dan kasih sayang satu sama lain saat kedermawanan dilakukan dengan keterlibatan pribadi yang hangat sehingga tidak membedakan golongan kaya atau miskin.
2.       Berdana merupakan sarana terbaik untuk menjembatani kesenjangan psikologis antara yang mampu dan tidak mampu. Kebencian akan menjadi hilang, jika orang-orang sudah mantap dalam kedermawanan. Orang yang memiliki hati yang dermawan dicintai oleh orang lain dan banyak orang yang menghormatinya. Pemberian itu dapat membantu membebaskan penerima dari kecemasan dan tekanan dari kebutuhan yang mendesak. Orang mungkin tidak mampu memberikan suatu hadiah yang melimpah, tetapi dia selalu dapat membuat siu penerima mersa diperhatikan dengan berdananya itu.
3.       Dana dapat memupuk timbunan kebajikan bagi pendana Bila dana diserahkan pada orang atau makhluk lain yang membutuhkan bukan hanya penerima yang mendapatkan manfaat, tetapi bagi pemberi akan mendapatkan kebajikan dari perbuatannya itu. Sang Buddha mengajarkan bahwa orang yang memberikan kebahagiaan, maka kebahagiaan akan berbalik padanya.  Berdana juga bisa mengurangi ketamakan, keserakahan serta mengurangi keinginan yang berlebihan.
4.       Tindakan berdana dapat memperkuat usaha seseorang dalam mencapai Nibbana Mengembangkan dana parami dan mempraktekkan kedermawanan dapat membangun gudang jasa, sedaniat yang terlibat dalam tindakan berdana akan membantu orang menghapus kekotoran mental yang berakar pada keegoisan, sehingga hasilnya akan berpuncak pada pencapaian pencerahan spiritual.
5.       Berdana dengan keyakinan dapat menghasilkan tercapainya kekayaan dan keelokan. Memberikan dana bersama dengan keinginan murni untuk membantu orang lain dan pada saat yang sesuai, orang tidak hanya memperoleh kekayaan yang besar, tetapi juga terpenuhi kebutuhan pada waktunya.

Dalam Manapadayi Sutta, Sang Buddha bersabda :
“mereka yang berdana
Sesuatu yang disenangi, niscaya akan memperoleh sesuatu yang disenangi
Sesuatu yang terunggul, niscaya akan memperoleh sesuatu yang terunggul
Sesuatu yang terbaik, niscaya akan memperoleh sesuatu yang terbaik
Sesuatu yang mulia, niscaya akan memperoleh sesuatu yang mulia”.


b.       Pemahaman dan Implementasi Dana
Kehidupan manusia pada dasarnya tidak lepas dari kesempatan untuk berbuat kebajikan. Berbagi kebajikan adalah tradisi agama Buddha.  Sang Buddha mengajarkan pada umatnya, untuk memperbanyak perbuatan-perbuatan baik dan bermoral, misalnya dengan berdana. Berdana artinya bukan hanya mengunjungi Vihara-Vihara lalu berdana makanan kepada para Bhikkhu atau Samanera, tetapi juga dengan cara berdana yang lainnya, seperti menggunakan harta untuk menolong orang lain yang sedang menderita atau yang membutuhkan. Jika tidak memiliki harta dapat menolong orang lain dengan bantuan tenaga, apabila memiliki pengetahuan Dhamma, dapat membagi pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain.
Jadi banyak hal baik yang dapat dilakukan sehubungan dengan tindakan berdana.  Seperti dalam agama Islam berdana atau memberi derma dalam agama Buddha tidak berarti hanya sebatas menolong orang miskin. Berdana sebagai wujud kemurahan hati merupakan praktik untuk mencampakkan keserakahan, dan keakuan, sekaligus mengembangkan cinta kasih. Memberi sumbangan bukan diartikan membagi kelebihan, tetapi melepaskan pemilikan pribadi yang membelenggu sang aku. Buddha dan para Bhikkhu membuka ladang menanamkan jasa. Kebanyakan umat Buddha hanyalah mengikuti tradisi Buddha yang diturunkan dari keluarga, masyarakat dan kebudayaan setempat. Pelaksanaan dana ini, biasanya umat mengunjungi Vihara-Vihara dengan memberi persembahan pada altar sang Buddha dan memberi makanan pada para Bhikkhu atau Samanera di Vihara. Sehingga berdana sering dipahami hanya diperuntukkan bagi kelangsungan kehidupan Vihara dan bukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat.
Pada dasarnya berdana memang banyak macam dan caranya, selain tradisi berdana di Vihara-Vihara, umat Buddha juga mengadakan bhakti sosial untuk menolong sesama.
Hal ini terbukti dengan adanya organisasi yang bergerak dibidang sosial, misalnya KBTI dan Buddha Tzu Chi, yang dalam pelaksanaan kegiatannya sering mengadakan kerjasama dengan
pemerintah, masyarakat dan Vihara setempat. Pelaksanaan Dharma-dana, selain banyak buku Buddha yang telah diterbitkan dengan dananya dari sumbangan umat, dengan adanya perpustakaan di Vihara-Vihara maupun di Kantor WALUBI yang terbuka untuk umum, umat memberikan kesempatan dan penjelasan tentang ajaran agama Buddha kepada semua orang yang ingin mempelajari atau mengkajinya. Umat Buddha juga menggunakan moment perayaan untuk berdana, dan perayaan tersebut identik dengan sumbangan. Biasanya panitia perayaan mengumpulkan sumbangan dari umat. Walaupun kesadaran umat Buddha dalam berdana makin berkembang dan meningkat, namun di pihak lain masih banyak
pula umat yang belum tumbuh kesadarannya dalam berdana. Hal ini disebabkan oleh kurang dan belum pahamnya mereka tentang makna, manfaat, maupun cara-cara yang benar dalam berdana. Selain itu masih adanya hambatan yang datang dari masyarakat yang diberi bantuan, mereka menganggap bantuan yang diberikan sebagai bentuk dan cara dalam mempengaruhi keyakinan.














Penulis,

                                                                                                                                               
1396713247192.jpg 


Asmawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar