DANA
Pengantar
“Beruntung
atau tidak beruntung tergantung pada kebaikan dan kejahatan seseorang”.
Kinerja perbuatan baik menghasilkan jasa kebaikan (puñña), suatu sifat yang memurnikan pikiran. Jika pikiran tidak
diperiksa pikiran cenderung dikuasai kecenderungan jahat menyebabkan seseorang
melakukan perbuatan buruk dan jadi bermasalah. Kebaikan memurnikan pikiran dari
kecenderungan jahat akan keserakahan kebencian dan khayalan. Pikiran tamak
mendorong orang pada nafsu, pengumpulan dan penimbunan; pikiran benci
menyeretnya menuju ketidaksukaan dan kemarahan; dan pikiran berkhayal membuat
seseorang menjadi terjerat dalam keserakahan dan kebencian, berpikir bahwa akar
kejahatan ini benar dan berharga. Perbuatan jahat menimbulkan lebih banyak
penderitaan dan mengurangi kesempatan untuk mengetahui dan mempraktikkan
Dhamma.
Kebaikan penting untuk menolong kita selama perjalanan hidup kita.
Kebaikan berhubungan dengan apa yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan
orang lain, dan dapat meningkatkan kualitas pikiran. Sementara kekayaan
material yang dikumpulkan seseorang dapat hilang oleh pencuri, banjir
kebakaran, penyitaan dan lain-lain. Manfaat kebaikan akan mengikutinya
dari kehidupan ke kehidupan dan tidak
akan hilang ataupun tertukar, meskipun bisa habis jika tidak ada lagi usaha
untuk berbuat kebaikan lebih banyak lagi. Seseorang akan mengalami kebahagian
di sini, sekarang ini, dan sesudahnya melalui perbuatan baiknya.
Kebaikan adalah fasilitator sekaligus investasi yang hebat, kebaikan
membuka pintu kesempatan dimana-mana. Seseorang yang baik akan sukses dalam
usaha apapun yang ia lakukan jika ingin melakukan bisnis, ia akan bertemu
dengan orang dan rekan yang tepat; jka ia ingin menjadi pelajar atau peserta
didik, ia akan mudah memperoleh kesempatan mendapatkan beasiswa prestasi dan
dukungan dari para pembimbinng akademik; jika ia ingin mencapai kemajuan dalam
meditasi ia akan bertemu dengan guru meditasi yang piawai membimbingnya dan
masih banyak lagi kesempatan yang akan diperoleh.
Ada bebarapa ladang yang subur akan kebaikan yang menimbulkan hasil
yang melimpah bagi pelaku perbuatan baik itu. Sama seperti tanah dapat
menghasikan panen yang lebih baik (katakan tanah hitam lebih subur dibandingkan
tanah berbatu), suatu perbuatan baik yang dilakukan terhadap orang tertentu
dapat menghasilkan lebih banyak lagi kebaikan dari pada terhadap orang biasa.
Ladang kebaikan yang subur ini termasuk sangha atau orang suci, ibu, ayah dan
fakir miskin. Perbuatan baik yang dilakukan pada kelompok orang ini akan
terwujud dalam banyak cara dan menjadi sumber hasil yang berlimpah.
Sang Buddha mengajarkan para siswanya untuk melakukan perbuatan baik,
agar memperoleh kehidupan bahagia dan damai serta mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman, perbuatan-perbuatan baik tersebut salah satunya adalah kemurahan
hati (Dana). Perbuatan yang paling
mudah untuk mengurangi tiga akar perbuatan jahat ini (khususnya Lobha). Pengertian berdana yang diajarkan
oleh Sang Buddha Gotama adalah merupakan cara untuk menunjang menyembuhkan
penyakit batin manusia yang disebut Lobha. Dalam beberapa ajaran beliau, dana
selalu diletakkan pada urutan pertama, misalnya dalam Dasa Paramitha (Sepuluh Kebajikan ) dan di dalam Dasa Punna Kiriyavatthu (Sepuluh Jalan Perbuatan
Baik).
Perlu
kita ketahui bahwa nilai serta manfaat suatu dana tidak hanya ditentukan oleh
besar kecilnya dana itu saja tetapi juga ditentukan oleh kesungguhan hati
(kehendak/ cetana) kita pada saat
akan berdana (Pubba Cetana), sewaktu
berdana (Munca Cetana) dan saat sesudah
berdana (Apara cetana); serta
factor-factor lainnya lagi. Jika ketiga tahapan tersebut misalnya kita lakukan
dengan hati yang berbahagia maka akan semakin besar pula nilai dana tersebut dan
sebaliknya bila kita lakukan dengan penyesalan, maka nilai dari dana itupun
akan berkurang. Tetapi walaupun kita sudah tahu bahwa berdana itu adalah suatu kebajikan
yang paling mudah untuk dilakukan, namun pada kenyataannya masih banyak orang
khususnya umat Buddha yang tidak mau berdana. Jika mereka berdana, masih banyak
yang berdana karenanya adanya pamrih tertentu atau karena terpaksa. Mereka
masih juga berpikir dan menganggap bahwa mereka sendiri masih kekuranga harta
benda, sehingga kalau berdana maka hartanya menjadi berkurang. Padahal
seharusnya kita menyadari bahwa selama ini kita masih hidup sebagai manusia,
biasanya kita tidak akan pernah puas akan sesuatu; sehingga kita juga bisa
menyadari bahwa dengan berdana tidak akan menyebabkan harta kita menjadi
berkurang, bahkan sebaliknya, dengan berdana kita berarti telah menambah kamma baik kita yang kelak akan berbuah
kebahagiaan pada diri kita.
Dalam
Dhammapada Sang Buddha mengajarkan;
Jika seseorang berbuat baik,
Ia harus melakukannya lagi dan lagi;
Ia harus menemukan kesenangan didalamnya;
Karena kebahagian adalah kumpulan dari kebaikan.
(Dhammapada,
118).
Jangan menganggap remeh kebaikan dengan berkata.
“hal ini tidak akan berguna bagiku”
Bahkan dengan jatuhnya tetes demi tetes
Seguci air akan penuh.
Seperti halnya orang bijaksana,
Mengumpulkan sedikit demi sedikit
Memenuhi dirinya dengan kebaikan.
(Dhammapada, 122).
Pengertian Dana
Dalam
Pandangan masyarakat umum, dana diartikan sebagai pemberian atau pertolongan
dengan memberikan materi (bersifat kebendaan) kepada orang lain yang memerlukan,
sedangkan bantuan lainnya yang bukan berupa materi, belum dapat dikatakan
sebagai dana, tetapi hanya dikatakan sebagai bantuan biasa saja. Dalam Agama
Buddha, yang dimaksud dengan Dana
adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk menolong makhluk lain, artinya
memberikan pertolongan tanpa pamrih baik berupa materi, tenaga, maupun
pemberian maaf dan rasa aman. Dana dalam
agama Buddha tidak dipaksakan,hanya dianjurkan dan termasuk salah satu dari
sepuluh perbuatan baik (Dasa punna
Kiriyavatthu) yang dapat dilaksanakan oleh umat Buddha.
Berdasarkan tata bahasa Pali istilah “Dana” dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Diyabeti Danam, yaitu sesuatu yang telah diberikan
disebut Dana.
2. Duggati Dayati Rakkbati Danam, yaitu sesuatu yang
membuat si pemberi memperoleh perlindungan,
keselamatan, kebebasan dan penderitaan atau kesukaran disebut dana.
Kitab Visuddimaga, Buddhaghosa Thera telah memberikan
definisi sebagai Danam Vuccati Avakbandbam yaitu sesuatu yang diberikan
dengan niat disebut Dana. Dana biasa diterjemahkan sebagai
pemberian sedekah. Pemberian sedekah mengingatkan kepada pemberian hadiah
kepada orang-orang miskin atau kepada mereka yang berada dalam lingkungan yang tidak
menguntungkan.
Berdana adalah perbuatan melepas sesuatu yang dimiliki
dengan tulus ikhlas dan memberi kepada mereka yang membutuhkan bantuan demi
suatu tujuan yang baik. Berdana tidak lain adalah murah hati yang terkandung dalam
pengertian alobha (tidak serakah).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dana diartikan sebagai
uang yang disediakan untuk kepentingan kesejahteraan, juga diartikan sebagai pemberian
hadiah atau hadiah atau derma. Sedangkan dari sudut lain, berdana dapat juga
diidentifikasikan dengan sifat pribadi kedermawanan (caga), yaitu
memberikan apa yang dimiliki demi kepentingan orang lain. Sudut pandang ini
menyoroti praktek berdana bukan sebagai tindakan perwujudan luar, di mana suatu
obyek dipindahkan dari diri sendiri untuk diberikan kepada yang lain, namun merupakan
kecenderungan dalam diri untuk memberi lewat tindakan nyata, yang memungkinkan
adanya berbagai tindakan yang lebih menuntut pengorbanan diri. Praktik berdana
dalam ajaran sang Buddha, memiliki tempat dan pengertian khusus yaitu sebagai
pondasi dan benih perkembangan spiritual.
Dana merupakan dasar dari segala perbuatan baik. Dana adalah
langkah pertama dalam urutan cara-cara berbuat baik (kusula kamma) dan
di dalam Punna Kriya Vatthu (sepuluh
cara berbuat jasa). Secara garis besar, berdana adalah merelakan sebagian uang
atau harta benda miliknya untuk diberikan dengan tanpa pamrih kepada mereka yang
membutuhkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan baik dari berdana
ini merupakan perbuatan jasa/kebajikan yang paling dasar. Yang merupakan
landasan bagi tumbuh berkembangnya kebajikan-kebajikan yang lebih tinggi, yakni
sila (hidup bermoral), samadhi (memiliki konsentrasi) dan Panna
(memiliki kebijaksanaan), hingga akhirnya mencapai kebebasan sejati
(Nibbana).
2.
Dasar Melakukan Berdana
Agama Buddha sama sekali tidak ada doa-doa untuk mendatangkan
rezeki, keberuntungan dan segalanya. Inilah salah satu ciri khas ajaran sang
Buddha yang membedakannya dengan ajaran agama-agama lain yang menciptakan sikap
pasif dalam mengharapkan pertolongan, bantuan atau sokongan dari sumber-sumber
Adi Insani yang tidak pernah terbuktikan secara nyata. Agama Buddha mendidik
penganutnya untuk menjadi orang-orang berjiwa mulia, yang siap menyalurkan bantuan
kepada sesama bahkan kepada makhluk-makhluk yang lebih rendah tatarannya. Semua
makhluk tanpa terkecuali dianjurkan untuk berbuat kebajikan dengan berdana.
Dalam pandangan Buddhis, berdana bukanlah suatu kebajikan yang hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang kaya, mereka yang miskinpun dapat berdana.
“Dananca Dhammacari Yoca, Nata
Kanca Sangaho, Anavajjani
Kammani Etammang Alamuttamam”.
(Mangala, 11).
Berdana dan hidup sesuai dengan Dhamma, menolong sanak
keluarga, perbuatan tanpa cela. Itulah berkah utama.
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapatlah dikatakan
bahwa berdana itu merupakan suatu perbuatan yang sangat dianjurkan, karena berdana
merupakan berkah utama yang bisa dilakukan oleh siapapun di setiap waktu.
Mempraktikkan kedermawanan, tidak banyak yang perlu dimiliki. Orang dapat
memberi sesuai dengan sarana yang dimilikinya, sebab nilai suatu dana tidak
diukur berdasar jumlah atau harga barang yang dipersembahkan. Dana yang
diberikan dari penghasilan seseorang yang kecil dianggap amat berharga. Kesimpulannya
yaitu bahwa sang Buddha sangat menghargai umatnya yang mencari nafkah dengan
cara yang benar dan kemudian secara dermawan memberikannya kepada yang
membutuhkan. Sekalipun memberikan dalam jumlah kecil, jika hatinya dipenuhi
keyakinan, maka akan memperoleh kebahagiaan di kemudian hari. Anjuran berdana
yang lain juga tertulis dalam kitab Dhammapada sebagai berikut:
“Jineka dariyah danena”. (Dhp,
223).
Atasilah noda keserakahan dan praktekkan Dana. (Dhp. 223).
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapatlah dikatakan
bahwa berdana merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan di dalam agama Buddha,
sebagai ajaran yang paling dasar yang disampaikan oleh Sang Buddha.
3.
Penggolongan, Kualitas,
dan Cara Berdana
a.
Penggolongan Dana
Secara garis besar dana dapat dipilah menjadi tiga jenis
yaitu Amisa-dana, Dhamm dana dan Abhaya dana. Amisa-dana adalah pemberian dalam
bentuk benda materi, Dhamma-dana adalah pemberian berupa pengetahuan Dhamma dan
Abhya dana adalah dana dengan memaafkan.
·
Amisa - dana
Amisa-dana merupakan pemberian
yang paling umum yaitu berupa benda materi. Obyek materi tidak perlu memilik nilai
yang besar untuk bisa menghasilkan hasil yang besar.
Menurut jenis obyek yang pantas untuk didanakan Amisa-dana dapat dibedakan dan dijelaskan
di dalam kitab suci agama Buddha yaitu dalam Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka dan
Abhidhamma Pitaka.
Dana dalam kitab Sutta
Pitaka, dibedakan menjadi 10 macam yaitu: makanan, minuman, jubah,
kendaraan, bunga dupa, wangi-wangian, tikar, obat-obatan dan lampu untuk penerangan.
Dalam kitab Vinaya Pitaka
menjelaskan bahwa dana terdiri dari 4 macam, yang dipersembahkan kepada para
Bhikkhu/i dan Samanera/i, yang disebut Nisaya atau 4 macam kebutuhan pokok dalam
kehidupan Viharawan. Keempat kebutuhan hidup tersebut adalah:
1. Civara : jubah
2. Pindapatta :
makanan dan minuman
3. Senasana :
fasilitas tempat tinggal
4. Bhesajja : obat-obatan
dan peralatan medis/kesehatan.
Selain keempat dana ini maka selebihnya adalah merupakan
kebutuhan tambahan atau pemberian tambahan kepada para Bhikkhu/i dan Samanera/i.
Pelaksanaan persembahan dana kepada para Bhikkhu dan Samanera harus mengerti
apa yang patut dan tidak patut dilakukan dan jugas harus mengetahui tradisi
Viharawan yang
bersangkutan.
Dana dalam kitab
Abhidhamma Pitaka digolongkaan menjadi
6 kelompok, menurut keenam dasar indera manusia yakni:
1.
Dana
dari persepsi penglihatan atau obyek yang terlihat, misalnya jika seseorang
melihat sesuatu yang indah kemudian bermaksud untuk didanakan.
2.
Dana
dari persepsi pendengaran, misalnya ketika mendengar orang akan berdana atau
latihan meditasi di suatu Vihara, maka bermaksud untuk melaksanakan.
3.
Dana
dari persepsi penciuman, misalnya jika seseorang menimbun sesuatu yang harum
misalnya bunga-bunga atau wangi-wangian, kemudian merasa senang untuk dipersembahkan
kepada rupang Buddha atau ke Vihara
4.
Dana
dari persepsi rasa,
Dana ini berupa makanan yang dipersembahkan untuk dipersembahkan
untuk para Bhikkhu/i dan Samanera/i dan juga kepada umat awam lainnya, dengan
tujuan untuk berbuat baik atau jasa bagi dirinya dan memberi bantuan kepada
orang lain.
5.
Dana
dari persepsi sentuhan fisik atau obyek berwujud lainnya, misalnya pakaian,
alat duduk atau tikar, kendaraan dan fasilitas lainnya dengan berniat untuk
jasa bagi yang membutuhkan.
6.
Dana
dari sentuhan batin atau hati, obyek pemikiran atau batin. Hal ini berarti
sentuhan emosional kepada kelima kelompok tersebut di atas, yaitu merasa
bahagia dan bermaksud berbuat jasa dengan benda-benda atau hal-hal tersebut.
Amisa–dana ini bisa dilakukan oleh
masyarakat umum, begitu juga penerimanya. Wujud Amisa-dana kepada masyarakat berupa sumbangan ke berbagai
organisasi sosial, sumbangan ke rumah sakit, perpustakan umum dan langsung kepada
masyarakat yang membutuhkan. menfaat Amisa-dana
adalah menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan materi.
·
Dhamma – dana
Dhamma-dana merupakan pemberian
berupa pengetahuan Dhamma. Dana ini memberikan hasil dan pahala yang lebih
tinggi dibanding dengan Amisa-dana.
Oleh Sang Buddha dikatakan dalam Dhmmapada.
354:
“Sabbadanam
dhammadanam jinati”.(Dhp, 354).
Dari semua pemberian, pemberian
Dhammalah yang tertinggi.
Dengan mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara langsung
maupun tidak langsung merupakan suatu upaya pelestarian Dhamma bagi kepentingan
generasi penerus. Sehingga Dhamma-dana
dapat bermanfaat baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang, dan
akan menghasilkan timbulnya kebijaksanaan dan pengetahuan. Bila tidak memenuhi
syarat untuk mengajarkan Dhamma seseorang dapat berdana Dhamma dengan cara lain
yaitu dapat mendanakan buku-buku Dhamma dan membiayai percetakan buku-buku
tersebut, dapat membahas Dhamma secara gidak formal dan mendorong orang lain
untuk menjalankan sila (peraturan moralitas).
·
Abhaya Dana
Artinya berdana dengan memaafkan, yaitu berupa ampunan (
pemberian maaf ) dan tidak membenci. Juga dalam hal ini termasuk memberikan
rasa aman kepada makhluk lain dari mara bahaya. Contoh : memaafkan teman yang
bersalah kepada kita; membebaskan makhluk lain yang sedang menderita, misalnya
menolong kucing yang sedang terjepit kayu dll.
b. Kualitas dana
a.
Menurut Tingkatan manfaatnya
Menurut tingkatan
manfaatnya, maka suatu dana dapat kita bedakan menjadi empat bagian,yaitu :
1.
Pemberian yang besar dengan
manfaat yang kecil (sedikit). Contohnya dalam hal ini yaitu orang-orang yang
membunuh binatang untuk di korbankan kapada para dewa dengan disertai perayaan
yang besar dan segala macam upacara persembahyangan. Hal ini memerlukan biaya
yang besar tetapi pahala atau kebaikan untuk mereka yang melaksanakan sangatlah
sedikit.
2.
Pemberian yang kecil dengan
manfaat yang kecil. Contohnya dalam hal ini yaitu seseorang yang kaya tetapi Ia
sangat kikir sehingga tidak mau berdana dengan banyak (padahal dia mampu).
3.
Pemberian yang kecil dengan manfaat yang besar.
Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang miskin yang memberikan dananya
dengan jumlah yang sedikit (karena batas kemampuannya memang hanya sampai di
situ ) tetapi dia berdana dengan tulus hati dan tanpa pamrih.
4.
Pemberian yang besar dengan
manfaat yang juga besar. Contohnya yaitu seorang hartawan yang mendanakan
sebagian hartanya guna kepentingan orang banyak, misalnya dengan mendirikan
vihara, panti asuhan dan lain sebagainya yang semuanya itu dilakukan dengan
hati yang tulus dan tanpa pamrih.
b.
Menurut kehendak (Cetana-nya)
Berdasarkan
kehendak (cetana) berarti bahwa ada
niat yang baik dalam berdana tersebut. Dalam hal ini berdana bukan sekedar
untuk formalitas, pamer kekayaan, mencari nama, promosi diri atau dagangan, menjilat
dll. Kehendak baik di sini mencakup tiga masa, yaitu :
1.
Sebelum berdana
Sebelum
berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh ketulusan dan keceriaan,
dengan berpikir, misalnya “Saya sedang menanam harta benda sebagai sebab
kekayaan yang dapat di bawa“
2.
Sewaktu berdana
Sewaktu
berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keyakinan dengan
berpikir, misalnya “ Saya sedang membuat manfaat suatu harta yang tidak begitu
bernilai”.
3.
Setelah berdana
Setelah
berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keiklasan dan
kepuasan, dengan berpikir misalnya “Saya telah melakukan kebajikan yang dipuji
oleh para bijaksana.
c.
Menurut Mutu Barang Yang Didanakan
Berdasarkan mutu barang yang didanakan, maka suatu dana dapat dibedakan
menjadi 3 bagian,sebagai berikut :
1.
Berdana barang yang buruk, yang diri sendiri
sudah tidak mau memakainya lagi. Banyak barang buruk yang sudah kita tidak
perlukan lagi misalnya baju yang sudah tidak kita pakai lagi; ini dapat kita
berikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Tetapi dalam memberikan barang
tersebut kita harus memiliki rasa sopan santun dan memiliki rasa
perikemanusiaan. Artinya dalam memberikan barang tersebut kita harus dapat
memperkirakan barang tersebut memang masih dapat digunakan (masih layak) oleh
orang yang membutuhkan. Janganlah kita berdana barang yang sudah terlampau
buruk, misalnya pakaian yang sudah compang camping sehingga sudah tidak layak
dipakai lagi.
2.
Berdana barang yang baik sebaik
diri sendiri memakainya. Contohnya bila kita mempunyai buku lebih dari satu
sedangkan teman kita tidak mempunyai, maka sebagai teman hendaknya memberikan
salah satunya kepada teman tersebut. Dengan demikian kita telah berbuat baik
dan kita akan merasa senang bila teman kita senang menerima buku itu.
3.
Berdana barang yang lebih baik daripada yang
kita pakai sendiri. Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai
sendiri jarang dijumpai dalam kehidupan ini. Biasanya orang hanya mau berdana
barang yang sudah buruk atau yang sama seperti yang dipakai dirinya sendiri;
tetapi ada juga orang yang mau berdana barang yang lebih baik daripada yang
dipakainya sendiri. Bila hal ini memang dilakukan dengan tulus,maka orang yang
memiliki sikap demikian sangatlah terpuji. Ia dapat dikatakan memiliki jiwa
sosial yang tinggi bila misalnya, Ia membangun sekolahan yang bagus dan baru
kepada masyarakat yang membutuhkan, sedangkan rumahnya sendiri cukup sederhana.
d.
Menurut motif tujuannya.
Menurut
motif tujuannya, maka suatu dana dapat terbagi sebagai beriku:
a.
Hina Dana, yaitu Dana yang bersifat rendah,
yaitu dengan mengharapkan kemasyuran, kekayaan dsb.
b.
Majjhima Dana, yaitu Dana yang bersifat
menengah misalnya dengan keinginan untuk dapat terlahirkan di alam surga.
c.
Panita Dana, yaitu Dana yang bersifat luhur,
dengan tujuan untuk meraih pembebasan sejati.
e.
Menurut Kemurniaan dari Pemberi
dan Penerima Dana.
Didalam Dakkhina vibhanga Sutta, Sang Buddha menyebutkan
bahwa nilai suatu dana tergantung juga kepada kelakuan dari orang yang menerima
dana maupun yang memberi dana.
1.
Kemurniaan Pemberi bukan
kemurniaan dari Penerima
Artinya yang memberi dana mempunyai kelakuan yang baik bermoral sedangkan
yang menerima tidak demikian.
2.
Kemurnian Penerima bukan pemberi.
Dalam hal ini Penerima dana adalah orang yang bermoral sedangkan pemberinya
tidak demikian.
3.
Tidak Murni dari pemberi dan
Penerima
Artinya baik pemberi dan penerimanya
tidak bermoral.
4.
Yang Murni dari Pemberi dan
Penerima
Baik yang memberi dana dan yang menerimanya bermoral baik semuanya.
f.
Menurut yang patut menerima dana
Dalam
Agama Buddha, Dana patut diberikan kepada siap saja yang memerlukan, namun
selain hal tersebut , dikenal pula tentang adanya lapangan yang subur untuk
menanam jasa, artinya bila yang kita berikan dan merupakan lapangan yang subur
untuk menanam jasa, maka dana tersebut dapat memberikan hasil yang besar bagi
yang berdana.
Didalam
Dakkhina Vibhanga Sutta, Majjhima Nikaya,
dikisahkan bahwa Maha Pajapati Gotami berniat untuk mempersembahkan sepasang
jubah baru yang dibuatnya sendiri kepada sang Buddha Gotama. Tetapi sang Buddha
menganjurkan agar persembahan ini dialihkan kepada Sangha secara umum. Ananda
Thera karena tidak tahu , berusaha membujuk agar mau menerimanya, dengan
memperingatkan jasa Mahapajapati Gotami yang pernah menyusui serta merwat
beliau semasa kecil. Menaggapi hal ini, sang Buddha Gotama kemudian menjelaskan
bahwa ada 14 macam persembahan yang ditujukan kepada Pribadi tertentu (Patipuggalika Dakkhina),yaitu :
1.
Samma-Sambuddha
2.
Pacceka-Buddha
3.
Arahat (Arahatta Phala)
4.
Mereka yang berpraktek
untuk meraih kearahatan ( Arahatta Magga)
5.
Anagami (Anagami Phala)
6.
Mereka yang berpraktek
untuk meraih keanagamian ( Anagami Magga)
7.
Sakadagami ( Sakadagami
Phala )
8.
Mereka yang berpraktek
untuk meraih kesakadagamian (Sakadagami Magga)
9.
Sotapanna (Sottapati Phala)
10.
Mereka yang berpraktek
untuk meraih kesotappanaan ( Sottapati Magga )
11.
Orang Non Buddhis yang
telah melenyapkan nafsunya ( Orang yg memiliki Jhana)
12.
Orang biasa ( awam ) yang
bermoral (yang mempunyai kesilaan)
13.
Orang biasa ( awam )yang tidak
bermoral (yang jelek kesilaannya)
14.
Binatang/hewan.
Dengan berdana kepada
binatang / hewan, seseorang dapat mengharapkan pahala sebanyak 100 kali. Dengan
berdana kepada orang awam yang jelek kesusilaanya Pahalanya sebanyak 1000 kali.
Dengan berdana kepada awam yang mempunyai kesilaan, pahalanya sebanyak 100.000
kali. Dengan berdana kepada orang non buddhis yang telah melenyapkan nafsunya,
pahalanya sebanyak 10.000.000 kali. Dengan berdana kepada mereka yang
berpraktek untuk meraih kesotapannaan. Pahala yang tak terhitung, tak
terhingga. Apalagi jika dana tersebut dipersembahkan kepada mereka yang
tingkatannya lebih luhur, pahalanya tidak terbayangkan lagi. Dari orang yang
menerima dana, maka tempat yang merupakan lapangan jasa yang tiada taranya
dialam semesta ini adalah Sangha. Buddha Gotama selanjutnya menjelaskan bahwa
ada 7 macam sangha yang bisa kita berikan dana persembahan ( Sangha dana )
yaitu :
a.
Sangha Bhikkhu dan sangha
Bhikkhuni saat Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai pimpinan sangha.
b.
Sangha Bhikkhu dan sangha Bhikkhuni
sesudah Sang buddha (Samma-sambuddha)
sebagai pimpinan sangha.
c.
Sangha Bhikkhu saja
d.
Sangha Bhikkhuni saja
e.
Sangha yang terdiri dari
para bhikkhu dan bhikkuni dalam jumlah terbatas (sejumlah bhikkhu dan bhikkhuni
dari Sangha).
f.
Sangha yang terdiri dari
para bhikkhu dalam jumlah terbatas (Beberapa bhikkhu yang disediakan oleh
sangha)
g.
Sangha yang terdiri dari
para bhikkuni dalam jumlah terbatas (Beberapabhikkhuni yang disediakan oleh
Sangha).
c. Cara Berdana
Memberi benda-benda yang berguna dan menyenangkan merupakan
kedermawanan, tetapi jika hanya memperhatikan tindakan-tindakan keluar saja dan
tidak mengetahui apakah kedermawanan itu tulus, maka seseorang itu belum
dikatakan bedana dengan benar.
Berdana yang benar dapat dilakukan dengan cara:
1. Persembahan dilakukan
dengan Sakkacca-garava (penuh
hormat); yaitu memberikan dana dengan bertekad akan mendapat
satu pahala tambahan yakni dihormati baik oleh umat awam maupun oleh
Bhikkhu.
2. Berdana dengan Saddha-dana,
yaitu berkeyakinan bahwa berkat perbuatan baiknya (kusala) ia akan memperoleh keselamatan, kesejahteraan batin maupun
lahir, kelimpahan materi (kekayaan) dan kebahagiaan dalam kehidupan mendatang,
selanjutnya akan menuju pencapaian magga, phala dan nibbana.
3. Berdana sesuai dengan
waktunya (kala-dana), yaitu mempersembahkan apa saja yang dibutuhkan
pada waktu yang sesuai, misalnya mempersembahkan jubah pada awal wassa memberikan
makanan pada waktu yang sesuai setiap hari dan memberikan minuman pada sore hari.
Waktu dalam Buddha yaitu hari khusus yang diselenggarakan setelah wassa terakhir
mempersembahkan jubah dan keperluan hidup lainnya bagi para Bhikkhu disebut
Khatina. Adapun Khatina dilaksanakan setiap tahun sekali antara pertengahan
Oktober dan pertengahan Nopember.
4. Berdana dengan tanpa kekikiran, tanpa
keserakahan dan tanpa kemelekatan (anuggahita-dana) yaitu seseorang
memberikan dana kepada orang lain dengan ikhlas dan tulus.
5. Mempersembahkan dan
tanpa menistakan orang lain (anupahacca-dana) yaitu berdana dengan tidak
melontarkan ucapan yang mencela orang lain karena tidak berdana, dan menjaga
agar orang yang diberi tidak merasa dihina.
Demikianlah lima cara dalam berdana. Selain hal itu ada tiga
faktor yang harus diperhatikan dalam praktik berdana yaitu:
a. Pemberi
Pemberi dalam hal ini siapa saja berhak dan mempunyai kesempatan
yang sama untuk menjadi pemberi, tidak harus berstatus sosila tau kaya yang
berhak berdana, dan mereka berstatus sebagai orang tua, tetapi setiap orang
yang memiliki kemampuan dan pengertian tentang berdana, dapat dan berhak untuk
memberi.
Hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi dana dalam melakukan
dana agar memperoleh hasil dan manfaat yang maksimal adalah niat. Niat yang
harus diperhatikan oleh si pemberi yaitu sebelum, selama, dan setelah tindakan kedermawanan
itulah yang terpenting dari faktor-faktor yang terlibat dalam praktik berdana,
yakni:
1. Bhuppa Cetana (Niat
Sebelum Berbuat Jasa)
Niat berarti bahwa sebelum berbuat jasa, seseorang harus
memiliki niat, kehendak, dan merasa bahagia atas jasa yang akan dilakukannya,
yakni dengan mempersiapkan sesuatu yang akan didanakan terlebih dahulu.
2.
Muchana
cetana (Niat pada saat berbuat jasa)
Setelah
dana disiapkan maka siaplah memberi dana. Sang Buddha mengajarkan bahwa di
dalam praktek berdana seperti halnya perilaku lewat tubuh dan ucapan, niat yang
mengiringi perbuatan itulah yang menentukan kualitas moralnya. Jika seseorang
berdana Bhikkhu, maka sebaiknya mengatakan niat dan menyerahkan dana tersebut
dengan sikap penuh hormat.
3.
Aparapa
cetana (Niat setelah berbuat jasa)
Aparapa
cetana adalah perasaan senang setelah berbuat jasa yaitu selalu bahagia
bilamana mengingat perbuatan baik yang telah dilakukan.21 Selain itu yang perlu
diperhatikan oleh pemberi dana adalah dana harus diberikan sedemikian, sehingga
yang diberi tidak merasa dihina, dikecilkan atau tersinggung. Dana harus
diberikan dengan pertimbangan yang sesuai dan dengan rasa hormat serta
diberikan dengan tangannya sendiri.
b.
Obyek
yang didanakan
Faktor kedua ini harus ada yaitu sesuatu yang didanakan, dalam
hal ini apa saja yang orang miliki sebatas kemampuan yang ada, bisa berupa
materi maupun imateri, seperti: 1. Barang atau benda
Perlu diperhatikan di sini, bahwa yang akan didanakan yaitu
barang yang diperoleh secara halal dan hendaknya yang layak atau dapat
digunakan dan yang dibutuhkan si penerima. Contoh dana barang adalah;
makanan,minuman, obat-obatan, pakaian, peralatan Vihara, tempat tinggal dan
sebagainya.
2. Uang
Uang juga termasuk dana materi (Amisa-dana), uang biasanya
merupakan pilihan yang paling mudah untuk dijadikan dana, dan yang paling umum
dilakukan, karena uang merupakan alat penukar yang bersifat fleksibel.
3. Tenaga
Tenaga termasuk dana bukan materi. Dana berupa tenaga ini
biasanya lebih dibutuhkan. Misalnya, dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
sosial, seperti kerja bhakti, menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah dan lain
sebagainya.
4. Waktu
Walaupun orang mempunyai jumlah waktu yang sama, tetapi
waktu sering dijadikan alasan untuk menghindar dan menolak untuk memberikan
bantun.
Maksud berdana dengan waktu di sini adalah meluangkan waktu
untuk membantu pekerjaan sosial, pekerjaanpekerjaan di dalam rumah tangga,
kerabat dekat, serta sahabat yang punya hajat dengan hati yang gembira dan ikhlas.
5. Pikiran
Dana berupa pikiran ini digolongkan ke dalam Dhammadana yaitu
pemberian berupa pengetahuan Dhamma yang dimiliki denga cara memberikan khutbah
Dhamma, mengajar, menulis naskah Dhamma, memberi bimbingan, bantuan, tuntunan,
petunjuk, nasehat serta perhatian dan kasih sayang.
c. Penerima dana
Faktor ketiga yang harus ada dalam suatu proses berdana adalah
adanya (obyek) yang menerima dana tersebut. Dalam hal ini siapapun bisa menjadi
penerima, tidak khusus golongan tertentu saja. Ajaran Buddha menganggap bahwa
orang memiliki kewajiban moral untuk memberikan bantuan kepada semua jenis
manusia. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, berdana hendaknya ditujukaan
kepada sasaran atau obyek yang tepat yaitu:
1.
Mereka
yang membutuhkan dana atau bantuan, misalnya yayasan-yayasan sosial,
Vihara-Vihara, Panti Asuhan dan lain sebagainya.
2.
Mereka
yang berjasa atau yang dihormati, seperti orang tua, kakak, guru, pembimbing,
pemerintah dan lain sebagainya.
3.
Mereka
yang ada di jalan kesucian, seperti para Bhikkhu dan Samanera. Seorang Bhikkhu
tidak dapat mengambil dana bila dana tersebut tudak dipersembahkan. Para
Bhikkhu juga tidak boleh menimbun makanan dan memasak. Oleh karena itu, mengetahui
yang mesti dilakukan dalam menyerahkan dana kepada Bhikkhu adalah penting bagi
umat Buddha.
Secara umum, berdana kepada obyek yang memiliki latihan
kemoralan (sila), akan lebih baik daripada berdana kepada mereka yang tidak
memiliki sila. Penjelasan dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa
dalam berdana itu seseorang harus memperhatikan tiga persyaratan yakni;
kesempurnaan dalam kehendak (niat), kesempurnaan dalam pribadi, dan
kesempurnaan dalam materi, agar persembahan dana itu memberikan pahala yang
besar.
4.
Manfaaf Pemahaman dan Implementasi Dana
a.
Manfaat Dana
Berdana memiliki nilai yang luar biasa pentingnya dalam
skema Buddhis, untuk pemurnian mental, karena berdana merupakan senjata untuk
melawan keserakahan (lobha). Banyak manfaat dari berdana antara lain:
1. Berdana meningkatkan
persatuan sosial dan solidaritas
Seorang pemberi dana, memberikan kepada orang lain, kehidupan,
keelokan kebahagiaan kekuatan dan kepandaian.masyarakat dipersatukan oleh
perhatian dan kasih sayang satu sama lain saat kedermawanan dilakukan dengan
keterlibatan pribadi yang hangat sehingga tidak membedakan golongan kaya atau
miskin.
2.
Berdana
merupakan sarana terbaik untuk menjembatani kesenjangan psikologis antara yang
mampu dan tidak mampu. Kebencian akan menjadi hilang, jika orang-orang sudah mantap
dalam kedermawanan. Orang yang memiliki hati yang dermawan dicintai oleh orang
lain dan banyak orang yang menghormatinya. Pemberian itu dapat membantu
membebaskan penerima dari kecemasan dan tekanan dari kebutuhan yang mendesak. Orang
mungkin tidak mampu memberikan suatu hadiah yang melimpah, tetapi dia selalu
dapat membuat siu penerima mersa diperhatikan dengan berdananya itu.
3.
Dana
dapat memupuk timbunan kebajikan bagi pendana Bila dana diserahkan pada orang
atau makhluk lain yang membutuhkan bukan hanya penerima yang mendapatkan manfaat,
tetapi bagi pemberi akan mendapatkan kebajikan dari perbuatannya itu. Sang
Buddha mengajarkan bahwa orang yang memberikan kebahagiaan, maka kebahagiaan akan
berbalik padanya. Berdana juga bisa
mengurangi ketamakan, keserakahan serta mengurangi keinginan yang berlebihan.
4.
Tindakan
berdana dapat memperkuat usaha seseorang dalam mencapai Nibbana Mengembangkan
dana parami dan mempraktekkan kedermawanan dapat membangun gudang jasa,
sedaniat yang terlibat dalam tindakan berdana akan membantu orang menghapus
kekotoran mental yang berakar pada keegoisan, sehingga hasilnya akan berpuncak
pada pencapaian pencerahan spiritual.
5.
Berdana
dengan keyakinan dapat menghasilkan tercapainya kekayaan dan keelokan. Memberikan
dana bersama dengan keinginan murni untuk membantu orang lain dan pada saat
yang sesuai, orang tidak hanya memperoleh kekayaan yang besar, tetapi juga terpenuhi
kebutuhan pada waktunya.
Dalam
Manapadayi Sutta, Sang Buddha
bersabda :
“mereka
yang berdana
Sesuatu
yang disenangi, niscaya akan memperoleh sesuatu yang disenangi
Sesuatu
yang terunggul, niscaya akan memperoleh sesuatu yang terunggul
Sesuatu
yang terbaik, niscaya akan memperoleh sesuatu yang terbaik
Sesuatu
yang mulia, niscaya akan memperoleh sesuatu yang mulia”.
b.
Pemahaman dan
Implementasi Dana
Kehidupan manusia pada dasarnya tidak lepas dari kesempatan
untuk berbuat kebajikan. Berbagi kebajikan adalah tradisi agama Buddha. Sang Buddha mengajarkan pada umatnya, untuk
memperbanyak perbuatan-perbuatan baik dan bermoral, misalnya dengan berdana. Berdana
artinya bukan hanya mengunjungi Vihara-Vihara lalu berdana makanan kepada para
Bhikkhu atau Samanera, tetapi juga dengan cara berdana yang lainnya, seperti
menggunakan harta untuk menolong orang lain yang sedang menderita atau yang membutuhkan.
Jika tidak memiliki harta dapat menolong orang lain dengan bantuan tenaga,
apabila memiliki pengetahuan Dhamma, dapat membagi pengetahuan yang dimiliki
kepada orang lain.
Jadi banyak hal baik yang dapat dilakukan sehubungan dengan
tindakan berdana. Seperti dalam agama
Islam berdana atau memberi derma dalam agama Buddha tidak berarti hanya sebatas
menolong orang miskin. Berdana sebagai wujud kemurahan hati merupakan praktik untuk
mencampakkan keserakahan, dan keakuan, sekaligus mengembangkan cinta kasih.
Memberi sumbangan bukan diartikan membagi kelebihan, tetapi melepaskan
pemilikan pribadi yang membelenggu sang aku. Buddha dan para Bhikkhu membuka ladang
menanamkan jasa. Kebanyakan umat Buddha hanyalah mengikuti tradisi Buddha yang
diturunkan dari keluarga, masyarakat dan kebudayaan setempat. Pelaksanaan dana
ini, biasanya umat mengunjungi Vihara-Vihara dengan memberi persembahan pada altar
sang Buddha dan memberi makanan pada para Bhikkhu atau Samanera di Vihara. Sehingga
berdana sering dipahami hanya diperuntukkan bagi kelangsungan kehidupan Vihara
dan bukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat.
Pada dasarnya berdana memang banyak macam dan caranya,
selain tradisi berdana di Vihara-Vihara, umat Buddha juga mengadakan bhakti
sosial untuk menolong sesama.
Hal ini terbukti dengan adanya organisasi yang bergerak dibidang
sosial, misalnya KBTI dan Buddha Tzu Chi, yang dalam pelaksanaan kegiatannya
sering mengadakan kerjasama dengan
pemerintah, masyarakat dan Vihara setempat. Pelaksanaan
Dharma-dana, selain banyak buku Buddha yang telah diterbitkan dengan dananya
dari sumbangan umat, dengan adanya perpustakaan di Vihara-Vihara maupun di
Kantor WALUBI yang terbuka untuk umum, umat memberikan kesempatan dan
penjelasan tentang ajaran agama Buddha kepada semua orang yang ingin
mempelajari atau mengkajinya. Umat Buddha juga menggunakan moment perayaan
untuk berdana, dan perayaan tersebut identik dengan sumbangan. Biasanya panitia
perayaan mengumpulkan sumbangan dari umat. Walaupun kesadaran umat Buddha dalam
berdana makin berkembang dan meningkat, namun di pihak lain masih banyak
pula umat yang belum tumbuh kesadarannya dalam berdana. Hal ini
disebabkan oleh kurang dan belum pahamnya mereka tentang makna, manfaat, maupun
cara-cara yang benar dalam berdana. Selain itu masih adanya hambatan yang
datang dari masyarakat yang diberi bantuan, mereka menganggap bantuan yang
diberikan sebagai bentuk dan cara dalam mempengaruhi keyakinan.
Penulis,
Asmawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar