Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 06 April 2015

Keyakinan Dengan Dasar Kebijaksanaan

KATA PENGANTAR

Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya Bodhisattvaya Mahasattvaya

Terpujilah Sanghyang Adi Buddha Tuhan Yang Maha Esa, Sang Tri Ratna, serta Boddhisatva-Mahasatva karena berkat pancaran cinta kasih yang tanpa batas serta karma baik yang penyusun miliki, akhirnya penyusun mampu menyelesaikan penyusunan makalah yang membahas tentang Keyakinan Dengan Dasar Kebijaksanaan” pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca selalu penyusun terima demi perbaikan dalam penyusunan makalah di kedepannya nanti.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak terutama mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) Jinarakkhita Bandar Lampung.

Bandar Lampung,  16  Februari  2015

Penyusun






DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.  Tujuan................................................................................................... 3
D.  Manfaat................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Esensi Keyakinan................................................................................. 5
B.     Pokok-pokok Keyakinan...................................................................... 10
C.     Pandangan Benar.................................................................................. 16
D.    Semangat Misioner............................................................................... 17
E.     Agama Yang Tepat............................................................................... 20
F.      Keyakinan Versus Kepercayaan........................................................... 22

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................... 24
B.     Saran..................................................................................................... 25
Daftar Pustaka




 
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keyakinan yang didasari dengan kebijaksanaan merupakan kunci utama yang harus dimiliki oleh setiap orang  dalam kehidupan sehari-hari. Sang Buddha telah mengajarkan agar para siswanya tidak langsung percaya pada apa yang telah didengar, apa yang telah dilihat, apa yang menjadi tradisi dan  apa yang telah tertulis dalam suatu kitab suci sebelum mempraktekkannya secara langsung dan memperoleh manfaatnya.
Banyak orang yang mempunyai keyakinan di dunia ini namun banyak juga diantaranya yang belum terlebih dahulu membuktikan kebenaran keyakinannya dan belum mengetahui keyakinannya memang keyakinan  yang sudah dibuktikan  atau hanya kepercayaan semata saja.
Seseorang sulit menentukan keyakinan yang tepat untuk mengarahkan hidupnya dalam mencapai kebahagian karena masih  terpaku dengan keyakinan yang berasal dari tradisi dan keyakinan yang memiliki pengikut dengan jumlah mayoritas dalam suau lingkungan. Dengan begitu seseorang dapat dikatakan  mempunyai keyakian tetapi tanpa  kebijaksanaan.
             Pengertian dan pandangan benar dapat mengarahkan pola pikir seseorang  menjadi bijaksana dalam menentukan keyakinan yang tepat. Keyakinan yang rasional akan membawa seseorang merasakan kedamaian, kebahagian dan ketenangan tanpa mempunyai rasa takut, cemas dan khawatir akan pihak dari luar.
            Sebagai umat Buddha perlu penerapan dan pengamalan Buddha Dhamma karena merupakan perwujudan dari keyakinan yang bijaksana. Melaksanakan  Dhamma merupakan wujud semangat siswa Buddha dalam meyakini Triratna (Buddha, Dhamma, Sangh


B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang timbul dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.      Mengetahui apakah latar belakang keyakinan yang didasari dengan kebijaksanaan?
2.      Mengetahui apakah esensi keyakinan dan pokok-pokok keyakinan?
3.      Mengetahui apakah pandangan benar?
4.      Mengetahui bagaimana semangat misioner?
5.      Mengetahui bagaimana agama yang tepat ?
6.      Mengetahui apakah perbedaan keyakinan dan kepercayaan?

C.     Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini penulis memiliki tujuan yaitu:
1.      Memberikan pengetahuan tentang hakekat atau esensi keyakinan yang harus dipahami oleh setiap orang.
2.      Memberikan informasi tentang pokok-pokok keyakinan umat beragama.
3.      Memberikan dorongan agar seseorang memiliki sebuah semangat misioner Buddhis untuk memperkuat keyakinan yang telah mereka tentukan.
4.      Memberikan suatu gambaran tentang agama yang tepat bagi orang-orang yang memilki keyakinan tetapi dalam dirinya masih timbul rasa takut, cemas dan keragu-raguan.
5.      Memberikan informasi tentang perbedaan antara keyakinan dengan kepercayaan.

D.    Manfaat
Adapun manfaat dalam penyusunan makalah ini adalah dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada pembaca tentang pokok-pokok keyakinan yang ada, serta memberikan suatu gambaran tentang agama yang tepat, dari pengertian dan pandangan benar seseorang dapat menentukan agama  yang tepat bagi mereka sendiri, karena terkadang seseorang dalam menentukan agama masih memiliki rasa takut, ce,as dan keragu-raguan pada diri mereka masing-masing. Semoga setelah membaca makalah ini seseorang dapat memiliki suatu keyakinan yang dapat membawa menemukan  kebahagian, kedamaian dan ketenangan serta dapat bermanfaat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sehingga seseorang dapat mengerti dan memhami perbandingan dari keyakinan dan kepercayaan, dengan begitu seseorang tidak akan hanya sekedar percaya dengan apa yang mereka lihatdan dengar melainkan membuktikannya dengan penuh kebijaksanaan.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Esensi Keyakinan
Keberadaan manusia, pengalaman dalam perjalanan hidupnya ditengah pergerakan alam semesta ini merupakan misteri yang mengusik keingintahuan dan membentuk segala harapan manusia. Dengan akalnya ia melahirkan ilmu. Tetapi akal tidak selalu berhasil menyikapi semua rahasia. Ketika manusia sampai pada batas kemampuan rasionalnya apalagi saat menghadapi penderitaan, kesulitan dan ketakutan misalnya ia terbuka untuk hal-hal yang bersifat suprasional.
 Malionoski mengamati beberapa suku primitif dikepulauan pasifik melakukan upacara religius hanya jika akan menangkap ikan didaerah perairan dalam. Upacara semacam itu tidak ada ketika cuaca sangat baik dan mereka cukup mencari ikan didekat pantai. Bila mesti berlayar jauh atau cuaca buruk mereka membuthkan sesuatu yang lain dari ilmu atau  keterampilan yang diperolehnya melalui proses belajar dan pengalaman. Yang lain itu adalah “agama”. Maka manusia membutuhkan dua hal, yaitu akan dan imam.
Bagi orang-orang seperti mereka, apa yang dipercaya sebagai iman tidaklah harus masuk akal.
Berbagai bentuk kepercayaan atau agama agaknya telah ada dan sama tuanya dengan umur kemanusiaan. Pada mulanya kekuatan alam diidentifikasikan secara antropomorfik seperti manusia yang mempunyai perasaan keinginan dan sebagainya. Apa yang dipikirkan sebagai makhliuk-makhluk itu kemudian dipandang mempunyai sifat-sifat ilahi, misterisu, berkuasa dan menakutkan. Hasilnya adalah munculnya pemujaan dewa-dewa dan kepada makhluk-makhluk itu manusia menggantungkan kehidupannya. Setiap orang bergantung kepada kebutuhan dan keinginannya, memilih satu diantara dewa-dewa itu untuk dipuja yang kemudian cenderung memandangnya sebagai yang tertinggi diantara para dewa. Konsepsi dewa ini berkembang kedua arah, yaitu monoteisme (dalam bentuk seperti faruna dan kemudian prajapati dan brahma), dan apa yang disebut monisme (yang berpuncak dalam konsepsi brahma-atma seperti yang tercermin dalam upanisa).
Nilai-nilai keagamaan yang pernah dihayati manusia senantiasa memiliki dasar-dasar yang mengandung persamaan-persamaaan elemen, yaitu perasaan takut, khawatir, cinta dan percaya kepada yang maha gaib. Dan  manusia dianggap memiliki pitrah, sifat asal atau bakat untuk baragama. Bagaimana menghadapi perasaan takut ini juga mendapat perhatian dari Buddha, sebagaimana yang disabdakan-Nya: “jika engkau berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha, perasaan takut, khawatir, cemas, tidak akan muncul”. (S. I 220).
            Namun Buddha mengajarkan agama yang bebas dari otoritas adiskodrati, dan menolak ketergantungan manusia pada kekuatan diluar dirinya sendiri. Keyakinan seharusnya timbul dan berkembang bukan karena takut, tetapi karena memiliki pengertian yang benar. Agama Buddha tidak mengenal dikotomi antara akal dan iman. Iamn yang bertentangan dengan akal sehat tak ada bedanya dari tahayul.

1.      Iman Rasional
            Keyakinan dinamakan saddha, adalah iman atau kepercayaan yang berdasarkan kebijaksanaan. Apa yang diajarkan oleh Buddha sebagai kebenaran mutlak, bukan sesuatu yang masih diragukan atau samar-samar. Tetapi agama Buddha tidak dimulai dengan iman yang buta atau tanpa dasar (amulika-saddha). Setelah penyelidikan awal orang dapat mengembangkan suatu hipotesis dan mengujinya melalui pengalaman pribadi. Iman seperti itu yang berakhir dengan pengukuhan atau kepastian disebut iman rasional (akaravati-saddha).  Tentu saja iman rasional adalah iman yang dewasa, tidak kekanak-kanakan.
Seseorang yang kuat dalam keyakinan tetapi lemah dalam kebijaksanaan akan memiliki keyakinan yang panatik dan tanpa dasar. Seseorang yang kuat dalam kebijaksanaan tetapi lemah dalam keyakinan akan mengetahui bahwa ia bersalah jika berbuat kejahatan, tetapi sulit untuk menyembuhkannya bagaikan seseorang yang penyakitnya disebabkan oleh si obat sendiri. Bila keduanya seimbang, seseorang akan memiliki keyakinan hanya bila ada dasarnya (vism 129).
Menurut Asanga (abad ke-4) saddha itu mengandung unsur, yakni: (1) keyakinan yang kuat akan sesuatu hal ; (2) kegembiraan yang mendalam terhadap sifat-sifat yang baik ; (3) harapan untuk memperoleh sesuatu dikemudian hari. Keyakinan yang kuat bukan berarti sebatas percaya seperti yang lazim dikenal oleh kebanyakan orang. Keyakinan disini menekankan aspek melihat, mengetahui dan memahami. Persoalan percaya akan timbul apabila kita tidak dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Begitu kita dapat melihat sendiri dengan jelas pada saat itu pula tidak adalagi persoalan percaya atau tidak.
Dalam ajaran yang bersifat ehipassiko  yang selalu kita temukan adalah melihat atau membuktikan, sehingga keyakinan memiliki kepastian bukan percaya kepada sesuatu yang belum jelas kebenarannya.
Kegembiraan terhadap sifat-sifat yang baik akan ditemukan pada orang yang memiliki pengertian dan kebijaksanaan. Tidak mungkin orang percaya karena takut dapat merasakannya. Dan suatu pengharapan tidak pernah keluar dari sikap moral manusia. “siapa orang memiliki harapan? Dia yang bermoral dan berwatak baik, belajar bahwa demikianlah seharusnya cara hidup seorang siswa, yang memathkan kecenderungan buruk, mencapai kesempurnaan lewat jalan kebijaksanaan dan pemusatan pikiran bersih dari dorongan yang keliru. Setelah ia sendiri memahami dan menyaadari akan tujuan yang lebih luhur dari hidup ini, lalu berfikir untuk melaksanakannya” (Pug/ Des. III, 1).
Sariputta memberikan kesaksiaan bagaimana seseorang dapat memiliki keyakinan yang sempurna kepada Tathagata dan tidak meragukan ajarannya. Keyakinan diuji dengan mengendalikan indera. Dengan keyakinan ini, semangat, kesadaran, konsentrasi dan kebijaksanaan berkembang terus menerus. “sebelumnya aku hanya mendengar hal-hal ini, sekarang aku hidup dengan mengalaminya sendiri. Kini dengan pengetahuan yang dalam aku menembusnya dan membuktikannya dengan jelas”. (S. V, 226).
Dengan memiliki keyakinan kepada Buddha, ada yang berhasil mencapai tujuan, ada yang mendekati tujuan, namu tidak sedikit pula yang tidak berubah nasibnya. Ganaka-moggallana bertanya kalau ada nirwana, ada jalan untuk mencapainya, ada Buddha sebagai gurunya kenapa tidak semua orang berhasil mencapai nirwana? Buddha membalas bartanya, apakah brahmana itu tahu jalan ke Rajagaha sang brahmana tahu, tentu karena sering pergi ke kota itu. Kalau orang-orang bertanya tentang jalan ke Rajagaha, ia bisa memberi petunjuk dengan benar. Lalu pertanyaan Buddha ada kota rajagaha, ada jalan ke kota itu, ada yang memberi petunjuk, tetapi kenapa tidak semua orang yang mendapat petunjuk itu tiba di Rajagaha? Jawab Ganaka-Moggallana, ia hanya menunjukkan jalan, dan hasilnya jelas tergantung pada orang yang mendapat petunjuk (M. III 4-6.) orang boleh percaya tetapi jika ia tidak menempuh jalan sendiri tidak akan sampai ke tempat tujuan. Dan orang yang jalan menyimpang dari petunjuk, tentu akan tersesat jalan.
Ketika brahmana Pingiyanin di tanya mengenai keyakinannya terhadap Buddha, antara lain ia membandingkan Buddha dengan seorang dokter. “seperti seorang dokter yang pandai dalam waktu singkat menyembuhkan penyakit, melenyapkan penderitaan seorang pasien, manakala seseorang memahami dharma yang diajarka Buddha Gotama apakah itu melalui sabda, khotbah, tanya jawab, atau mukjizat, maka lenyaplah kesedihan, keluh kesah kesengsaraan, ketidaksenagan dan keputusasaannya” (A.III, 238) boleh saja orang percaya bahwa dokter itu benar ahli, obatnya manjur, tetapi hanya percaya saja jelas tidak bermanfaat. Yang menjadi persoalan adalah apakah pasien mau menaati petunjuk dokternya dan menggunakan obatnya dengan benar. Seorang pasien boleh jadi tidak perlu mengetahui siapa dokternya yang penting ia mendapat obat yang tepat dan sembuh. Seperti halnya Pukkusati yang mendapat manfaat dari ajaran Buddha sebelum ia mengenal Buddha (M. III, 238).
Setiap orang memiliki kebebasan untuk mempertimbangkan dan menentukan keyakinannya sendiri. Dia beriman bukan karena dipengaruhi oleh orang lain ketika Baddhiya dari suku Licchavi minta diterima sebagai pengikut, Buddha bertanya, “Baddhiya apakah aku mengajakmu: mari Baddhiya menjadi muridmu dan aku akan menjadi gurumu?” jawab Baddhiya. “tidak bhante”. Buddha tidak mengajak tetapi Baddhiya sendiri yang ingin menjadi pengikut karena menaruh keyakinan. Banyak orang seperti  Baddhiya yang meninggalkan kepercayaannya yang lama, lalu meminta sendiri untuk menjadi murid Buddha. Orang-orang yang tidak senang terhadap Buddha menuduh bahwa ia menggunakan kekuatan sihir sehingga orang percaya kepadanya. Badhiya berpendapat, baik sekali jika orang-orang bisa ditundukkan dengan cara itu, karena sebenarnya bermanfaat bagi mereka sendiri. Namun menurut Buddha yang mendatangkan kebahagian bagi orang-orang itu adalah karena mereka menghindari kejahatan dan melakukan jadi, bukan masalah tunduk atau percaya kepadanyya (A .II, 193).

2.       Kekuatan Keyakinan
                        Keyakinan atau kepercayaan adalah kekayaan yang terbaik yang dapat dimiliki seseorang (S.I,41). Kekayaan yang dimaksud tidak hanya harta benda tetapi juga sukses dalam kehidupan sosial, hingga dilahirkan di alam-alam surga, dan puncaknya mencapai nirwana. Orang yang tak tergoyahkan keyakinannya dan mempunyai kebajikan yang dihargai oleh orang-orang mulia, akan melaju dan mencapai pantai serbang, menuju lenyapnya kekotoran batin (S. V, 396).
Keyakinan dapat mengubah penderitaan menjadi kebahagian dalam rumasan sebab-musabab yang saling bergantungkan disebutkan bahwa penderitaan menimbulkan keyakinan; keyakinan menimbulkan rasa kegimbara; rasa gembira menimbulkan menimbulkan rasa terpesona; rasa terpesona menimbulkan ketenangan; ketenangan menimbulkan kebahagiaan; kebahagiaan menimbulkan pemusatanpikiran; pemusatan pikiran menimbulkan pengetahuan dan pandangan akan segala hal sebagaimana adanya; pengetahuan dan pandangan akan segala hal sebagaimana adanya menimbulkan kejenuhan; kejenuhan menimbulkan ketiadaan hawa nafsu; ketiadaan hawa nafsu menimbulkan pembebasan; pembebasan menimbulkan pemadaman atau tiada lagi kelahiran lagi. Inilah tujuan akhir atau Nirwana yang dicapai oleh arahat (S.II,32).
Karena keyakinannya Ananda pernah mengemukakan bahwa ia beruntung mendapat seorang guru dengan kekuatan adikodrati yang suaranya menjangkau seluruh jagad raya (melampaui semilyar alam tata surya raya). Udayin menyindir Ananda, walau Sang Guru memiliki kekuasaan itu, apa gunanya untuk dia. Kepada Udayin Buddha menyatakan bahwa berdasarkan keyakinan yang teguh itu, sekalipun misalnya Ananda wafat sebelum mencapai kebebasan sempurna ia akan terlahir tujuh kali merajai para dewa, dan merajai tanah jambudipa (A.I,228). Tentu saja karena Ananda melatih dirnya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Buddha tidak hanya karena percaya.
                        Menjelang Parinibbana Buddha menyatakan bahwa dengan memiliki keyakinan, mereka yang melakukan ziarah atau melihat dan menghormati stupa Buddha, akan merasa tenang dan bahagia. Keyakinan yang kuat akan membuatnya terlahir kembali dialam surga dikemudian hari (D.II, 140-142). Pikiran mendahului segala sesuatu. Dengan pikiran kita mengontrol perbuatan dan ucapan. Seperti bayangan perbuatan yang didasarkan pada keyakinan takkan pernah meniggalkan prang yang terlahir kembali di alam surga atau alam manusia. Hal ini dikemukakan oleh Buddha sehubungan dengan kasus mattehakundali yang menjelang saat meninggal dunia menaruh kayakinan pada Buddha dan kemudian ia terlahir kembali di Surga Tavatimsa (Dhp. A. 2).
                        Nagasena menjelasan kepada Raja Milinda bahwa ciri-ciri keyakinan adalah dengan memiliki ketenangan dan langkah maju. Ketika keyakinan timbul ia akan menghancurkan segala halangan. Tanpa penghalang, pikiran akan mejadi terang , bersih dan tenang. Langkah maju diukur dari praktik meditasi mencapai apa yang belum dipakai, mengatasi apa yang belum teratasi, merealisasi apa yang belum teratasi (Miln. 34).

B.     Pokok-Pokok Keyakinan
            “Pintu kehidupan abadi telah terbuka, Brahma. Biarlah mereka yang dapat mendengar menjawabnya dengan keyakinan,”. Kata Buddha menjawab permohonan Brahmasahampati, agar Buddha mengajarkan dharma kepada orang lain (M. I, 169).
            Ada empat pokok keyakinan yang paling utama. Yang pertama, keyakinan kepada Buddha. Kedua, keyakinan kepada jalan mulia berunsur delapan (Arya Atthangika-magga). Ketiga, keyakinan pada ketiadaan hawa nafsu (viraga) atau Nirvana,yang dinyatakan juga sebagai Dhamma. Keempat keyakinan pada arya-sangha, persekutuan orang-orang suci (A. II, 34).
Beriman kepada Buddha berarti memiliki keyakinan pada penerangan sempurna dari Tathagata (Tathgatabodhi-sadda). Keyakinan ini juga terkait erat dengan keyakinan terhadap hokum karma atau perbuatan (karma-saddha), keyakinan terhadap akibat dari hokum karma (vipaka-saddha), keyakinan bahwa semua makhluk mempunyai karma masing-masing dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri (kammassakata-saddha).

1.      Keyakinan Terhadap Triratna
Kehidupan agama Buddha sepenuhnya dibangun atas dasar keyakinan terhadap Buddha Gotama, yang disebut juga Sakyamuni. “Demikian sesungguhnya Bhagawa, Yang Mahasuci (araham), yang telah mencapai Penerangan Sempurna berkat kekuatan-Nya sendiri (Sammasambuddho), sempurna pengetahuan serta tingkah laku-Nya (Vijjacaranasampanno), sempurna menempuh Jalan (Sugato), pengenal segenap alam (Lokavidu), pembimbing manusia yang tiada taranya (Anuttaro purisadammasarathi), Guru para dewa dan manusia (satthadeva manussanam), Yang Bangun (Buddho), Junjungan yang dimuliakan (Bhagava)” (M. I, 37).
Buddha artinya orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna (budh, bangun, mengetahui). Buddha adalah gelar, bukan nama diri. Sebutan untuk Buddha yang sering dipergunakan, antara lain: Bhagawa, Tathagata, Sugata. Ada banyak Buddha. Sammasambuddha adalah Buddha yang menurunkan ajaran kepada orang lain, baik manusia ataupun dewa. Kitab Lalitavistara mengemukakan 54 Buddha dan Mahavastu lebih dari 100 Buddha. Kitab Buddhavamsa mencatat secara kronologis 28 Sammasambuddha yang muncul dalam 5 periode siklus masa-dunia    (kalpa). Pada masa dunia sekarang terdapat 5 Budha. Buddha yang dikenal secara historis, Buddha Gotama (Sakyamuni) adalah yang ke empat, (sebelumnya Kakusandha, Konagamana, Kassapa) dan kelak akan datang Buddha berikutnya yang dinamakan Buddha Maitreya. Paccekabudha adalah Buddha yang tidak memberikan ajaran kepada orang lain. Sedangkan Savakabuddha atau Anubuddha mencapai penerangan sempurna dengan melaksanakan ajaran Sammasambuddha.
            Bagaimana seseorang dapat membuktikan bahwa Buddha benar-benar mencapai penerangan sempurna? Mereka yang menjadi pengikut Buddha Gotama memilki keyakinan karena mendengar sabda dan kotbah-Nya (baik langsung atau tidak langsung); karena puas dengan Tanya jawab; karena melihat tanda-tanda fisik Manusia Agung (Mahapurisa-Lakkhana); mengamati tingkah laku Buddha sehari-hari yang maha suci, maha tahu, maha pengasih; menyaksikan berbagai mukjizat dan kekuatan atau kemampuan supernatural yang ditunjukan oleh-Nya. Lalu lewat praktik, khususnya meditasi, mereka membuktikan sendiri realitas yang diajarkan itu.
            Sekarang ini, kita hanya dapat mendengar tentang Buddha lewat kesaksia orang lain. Kita belajar dari Guru, khususnya Bhikkhu-bhikkhu, dan menggunakan kitab suci sebagai referensi. Dari dekat kita dapat mengamati dengan kritis bagaimana mereka yang menjalankan ajaran Buddha hidupnya tidak akan tercela dan mencapai kemajuan, sehingga dapat diteladani. Keyakinan menjadi kuat lewat pengalaman, setelah kita mendapat manfaat dari ajaran yang dipraktikan oleh kita sendiri.
            Keyakinan pada Dharma meliputi Jalan Mulia Berunsur Delapan dan Nirwana, berkenaan dengan aspek duniawi (lokiya) dan diatas duniawi (lokuttara), atau keadaan yang bersyarat (sankhata-dhamman) dan keadaan yang tidak bersyarat (asankhata-Dhamma). Dharma (skt.), Dhamma (pali) sebenarnya mengandung banyak makna, berbeda-beda artinya untuk konteks yang berlainan. Secara harfiah Dharma diartikan segala sesuatu kecuali ketiadaan atau nihil (dhr berada atau mendukung dirinya). Dharma bisa berarti kebenaran, ajaran, agama, hukum, moral, kebajikan, keadilan, nilai, suatu tujuan hidup, tugas dan kewajiban, segala Sesutu, fenomena, keadaan, perbuatan, objek mental.
            Dalam pengertian ontology dan ketuhanan dharma dimaksudkan:
1.      Dharma sebagai kebenaran mutlak, transenden dan  merupakan tujuan tertinggi atau terakhir. Dharma ini adalah yang mutlak (asankhata-dhamma) yang dikenal sebagai nirwana, dharmakaya, dharmabhuta, paramartha.
2.      Dharma sebagai hukum dharma (dhamma niyama) yang menguasai dan mengatur alam semesta, tidak diciptakan, kekal dan imanen.
3.      Dharma adalah fenomena atau peristiwa yang multiple, yang sesaat, fisik maupun mental, yang tunduk pada hukum dharma. Dalam hal makhluk hidup yang mempunyai kehendak, hokum itu mewujud sebagai sebab musabab yang saling bergantungan.
Dhamma yang dipandang dalam dua aspek, transenden dan imanen merupakan dhrma yang telah membangunkan Bodhisatva Gotama saat penerangan sempurna. Tidak lama setelah mencapai penerangan sempurna, Buddha Gotama menyatakan, “Dharma yang telah menimbulkan penerangan sempurna dalam diri-ku, hidup dalam-nya, aku memuja dan menghormati Dharma.” Kemudian Brahma Sahampati berkata, “mereka, Bhagawa, para Buddha dimasa yang lalu, hidup didalam Dharmma, memuja dan menghormati-Nya. Mereka yang akan menjadi Buddha dimasa yang akan datang, juga hidup di dalam Dhamma memuja dan menghormatinya. Begitu pula dengan Bhagawa, Buddha masa sekarang, hidup didalam Dhamma, memuja dan menghormatinya.” (S. I, 139).
Apakah Tathagata muncul atau tidak, Dharmma dalam pengertian di atas selalu ada. Kita memang mengenal-Nya melalui apa yang diajarkan oleh Buddha. “Dharma telah dibabarkan sempurna oleh Bhagawa (Svakkahato Bhagawata Dhammo), berada sangat dekat (Sandhitiko), tidak dibatasi oleh waktu (Akaliko), mengundang untuk dibuktikan (ehipashiko), menuntun kearah pembebasan (opanayiko), dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing (Paccatam veditabbo vinnu)” (M. I, 37).
Mengenai Arya-Sangha dinyatakan sebagai berikut: “sangha siswa sang Bhagawa berperilaku baik (supatipanno Bhagavato savaka sangho), berperilaku lurus (ujupatipanno), berperilaku benar (nayapatipanno), berperilaku patut (samicipatipanno). Mereka empat pasang makhluk terdiri dari delapan makhluk suci. Itulah Sangha siswa Sang Bhagava, patut dimuliakan dan menerima persembahan (ahuneyyo), patut disambut dngan ramah (pahuneyyo), patut menerima persembahan (dakkhineyyo), patut dihormati (anjalikaraneyyo); lapangan menanam jasa yang tiada taranya dialam semesta (anuutaram punnakettham lokasa).” (M.I.37) .
Keempat pasang makhluk suci yang dimaksud adalah mereka adalah yang telah mencapai kesucian tingkat pertama hingga keempat, yaitu: Sotapatti (pemasuk arus), sakadagami (yang akan kembali atau terlahir di bumi sekali lagi), anagami (yang tidak kembali lagi dialam dewa dan manusia), dan arahatta (yang telah sempurna, tidak lagi mengalami kelahiran dan kematian), masing-masing dibedakan atas yang telah mencapai jalan (magga), dan telah mencapai hasil (phala), (Pug 73). orang-orang kudus itu dinamakan arya-puggala, bisa seorang Bhikkhu atau Bhikkhuni, bisa saja upassaka atau upassika.
Seorang Sotapanna telah berhasil membasmi belenggu (samyojhana) berupa pandangan keliru tentang keakuan (sakkayadhitti), terhadap guru dan ajaran sejati. (vicikiccha), kepercayaan akan tahayul bahwa upacara saja dapat mengakhiri penderitaan (silabbataparamasa). Ia tidak akan mundur atau mandek dalam perkembangn batin, sehingga tidak akan dilahirkan lebih dari tujuh kali dalam perajalanannya mencapai penerangan sempurnanya. Selain telah membasmi ketiga belenggu yang disebut terdahulu, sakadagami telah melemahkan dan anagami telah membasmi belenggu lain berupa cengkraman nafsu birahi (kamaraga) dan keingina jahat, benci dan dendam (patigha), arahat lebih jauh telah membasmi belenggu berupa nafsu keinginan untuk hidup dialam yang bermateri (ruparaga),  nafsu keinginan untuk hidup dialam yang tidak bermateri (aruparaga), kesombongan (mana), kegelisahan (uddhacca), dan ketidaktahuan atau kegelapan batin (avijja).
2.      Makna Perlindungan
Buddha, Dhamma dan Sangha disebut sebagai Triratna atau Tiga Permata. Langkah pertama ynag diambil oleh setiap umat Buddha dalam memasuki jalan keselamatan adalah menyatakan keyakinannya dengan pengakuan berlindung pada Triratna (Tisarana).
 Aku berlindung pada Buddha (Buddham saranang gacchami)
Aku berlindung pada Dharma (Dhammang saranang gacchami
Aku berlindung pada Sangha (Sanghang saranang gacchami)
Berlindung pada Triratna adalah yakin dengan sepenuh hati kepada Triratna sebagai pembawa inspirasi, penuntun hidup, bahkan menjadi tujuan hidup. Orang yang berlindung pada Buddha, dharma dan Sangha dengan bijaksana dapat melihat Empat Kebenaran Mulia yaitu Dukkha, asal mula Dukkha, lenyapnya Dukkha dan jalan mulia berunsur delapan yang menuju lenyapnya Dukkha (Dhp.190-1910. Setelah melihat dirinya dengan baik ia memperoleh perlindungan yang sukar didapat, sehingga sesungguhnya diri sendirilah yangmenjadi pelidung bagi dirinya, (Dhp. 160).  Jelas, berlindung pada Buddha bukan suatu sikap yang pasif pasrah pada kehendak diluar diri sendiri. Buddha mengajarkan agar kita tidak menyandarkan nasib pada makhluk lain, dan menjadi pelindung bagi diri sendiri dengan berpegang teguh pada kebenaran. “karena itu Ananda, jadilah pelita pada dirimu sendiri. Jadilah pelindung bagi dirimu sendiri. Jangan menyandarkan dirimu pada perlindungan dari luar. Peganglah teguh dharma sebagai pelita. Peganglah teguh dharma sebagai pelindung. Jangan mencari perlindungan diluar dirimu.” (D.II, 100).
Keyakinan yang disertai pernyataan berlindung ini mempunyai tiga aspek: (1) aspek kemauan, yang menghendaki adanya kesadaran dan tindakan aktif, bukan pasif menunggu berkah dari atas; (2) aspek pengertian, yang menghendaki pemahaman terhadap hakikat perlindungan dan perlunya perlindungan, yang memberi harapan dan yang menjadi tujuan; (3) aspek perasaan, yang engandung unsur percaya, keikhlasan, syukur dan cinta kasih, yang menimbulkan bakti, mendorong pengabdian, dan memberi ketenangan, kedamaian, semangat, kekuata, dan kegembiraan. Berlindung pada Buddha mengandung arti menjunjung Buddha yang diyakini telah mencapai penerangan dengan kekuatan sendiri dan mengajarkan pengetahuan, sehingga kita dapat melaksanakan dan mengalami apa yang telah dicapainya; mengingat setiap orang mempunyai benih kebuddhaan dalam dirinya dan dapat menjadi Buddha. Buddha sebagai pelindung bukanlah pribadi petapa Gotama, melainkan para Buddha sebagai manivestasibodhi (kebuddhaan) yang mengatasi keduniawian.
Berlindung kepada Dharma mengandung arti menjunjung Dharama yang tiada lain dari kebenaran mutlak. Dan dalam pengertian sebagai hukum yang menguasai atau mengatur alam semesta, Dharma melindungi mereka yang melaksanakan kebenaran. Dharma sebagai pelindung tidak dimaksudkan dengan kata-kata yang tertulis dalam kitab suci atau konsep dalam pikiran manusia yang masih dicengkram keduniawian, melainkan kesucian dan nirwana yang dicapai pada akhir jalan.
Berlindung kepada Sangha mengandung arti menjunjung tinggi sangha yang memeiliki perilaku benar, menjadi contoh teladan, membimbing dan menuntun makhluk-makhluk lain. Sangha sebagai pelindung bukan kumpulan bhikkhu yang bebas kekotoran batin (sammuti-sangha), melainkan orang-orang yang telah mencaapai kesucian. Perlindungan berhubungan dengan kemampuan yang ada pada setiap untuk mencapai tingkat kesiucia hingga menjadi Buddha. Mereka yang berlindung pada Triratna mengikuti suatu cara hidup untuk mencapai cita-cita penerangan diantaranya, dalam praktik sehari-hari umat memuja Triratna. Pemujaan demikian dapat dimengarti, apabila diingat bahwa dalam konsep Triratna itulah yang transenden dapat dijangakau oleh pikiran manusia biasa. Triratna dipandang merupakan manivestasi atau cerminan Tuhan Yang Maha Esa dalam dunia ini karena aspek transenden yang dimiliknya. Tetapi konsep Triratna tidaklah sama dengan konsep Tuhan dalam agama lain.

C.    Pandangan Benar (Samma Ditthi)
                        Pandangan benar adalah pengetahuan benar tentang Empat Kebenaran Mulia yaitu pengetahuan benar tentang Dukkha, sebab menculnya DUKKHA , lenyapnya Dukkha dan jalan menuju lenyapnya Dukkha. Pada tingkatan biasa hanya merupakan  pengetahuan yang berdasarkan pada penalaran manusia biasa saja yang didasarkan pada kemampuan berpikir seseorang yang masih terbatas pada pengalaman yang dialaminya sehari-hari melalui indera-inderanya. Pandangan benar akan memastikan kebenaran pikiran dan keselarasan gagasan. Ketika gagasan dan pikiran menjadi jelas dan bermanfaat, ucapan dan perbuatan akan mengikutinya. Pandangan benar juga akan menyebabkan seseorang menghentikan usaha yang tanpa hasil dan mengusahakan daya upaya benar yang membantu mengembangkan perhatian benar. Daya upaya benar dan perhatian benar, dengan dituntun oleh pengertian benar, akan menyababkan unsur-unsur lain dari sistem bergerak dalam hubungan yang tepat.
                        Pandangan benar dengan penalaran biasa setelah mempelajari Buddha Dhamma akan menyimpulkan bahwa kamma kita sendiri sangatlah mempengaruhi keberadaan dan kehidupan kita. Kitapun dapat mengetahui  secara garis besarnya mengenai cara kerja hukum kamma dan meyakini bahwa pada umumnya semua keadaan kita adalah sebagai akibat dari kamma kita sendiri. Pandangan benar akan keyakinan terhadap hukum-hukum kamma meliputi:
1.      Kammassaka (kamma sebagai milik atau harta)
2.      Kammadayada (kamma sebagai warisan)
3.      Kammayoni ( kamma yang melahirkan)
4.      Kammabandu (kamma sebagai kerabat)
5.      Kammappatissarana (kamma sebagai pelindung)
Pandangan benar kita akan mengingat apabila pengalaman kita telah meningkat pula.  Misalnya kita sukses melaksanakan meditasi, yang akan membantu kita melihat, mengetahui dan mengerti hal-hal yang belum pernah kita ketahui sebelumnya, yang akan mengakibatkan pengetahuan kita meningkat pula. Pengetahuan yang tinggi akan menghasilkan cara berfikir yang lebih maju, sehingga dengan demikian pandangan hidup kita akan lebih jelas dan keyakinan bertambah kuat.
Pandangan benar seseorang akan menjadi sempurna pada saat ia mencapai pembebasan mutlak, atau lenyap nya Dukkha, yaitu Nibbana. Pada tingkat ini, pandangan benar telah berkembang pada tingkat tertinggi, sebab pengetahuan tentang kesunyataan telah direalisasikannya, serta menyadarinya dengan penuh pengertian bahwa segala sesuatu yang terkondisi adalah tidak kekal (Anicca). Ia juga akan mengerti dengan sempurna bahwa ketidak-kekalan segala sesuatu yang terkondisi itu adalah tidak menyenangkan atau tidak memuaskan (Dukkha), sebab segala sesuatu yang terkondisi itu adalah tanpa suatu jiwa atau aku yang kekal (Anatta).

D.    Semangat Misioner
Ketika kita membalik halaman sejarah ajaran Buddha, kita mempelajari bahwa para misioneris buddhis menyebarkan pesan mulia sang Buddha dengan jalan penuh kedamaian dan terhormat. Misi penuh damai semacam itu semestinya membuat malu mereka yang melakukan metode kekerasan dalam menyebarkan agama mereka.
Misioneris buddhis tidak belomba dengan umat beragama lain dalam mengubah orang diluar sana. Tidak ada misionaris atau biarawan Buddha yang berfikir untuk membabarkan niat buruk terhadap orang ‘yang tidak percaya’. Intoleransi agama, budaya, dan bangsa bukanlah prilaku orang yang terisi dengan semangat buddhis sejati. Agresi tidak pernah disetujui dalam ajaran Buddha. Dunia telah berdarah dan cukup menderita akan penyakit dokmatisme, panatisme agama, dan intoleransi. Baik dalam agam maupun politik, orang dengan sengaja membawa manusia untuk menerima jalan hidup mereka sendiri. Dalam melakukan hal ini, kadang-kadang menunjukkan permusuhan mereka terhadap pengikut agama lain.
Ajaran Buddha tidak pernah bertentangan dengan tradisi dan adat nasional, seni, dan budaya orang yang menerimanya sebagai suatu jalan hidup, tetapi membiarkan mereka tetap ada dan mendorong perbaikan lebih lanjut.  Pesan sang Buddha tentang cinta dan belas kasih membuka hati orang dan mereka mau menerima ajaran tersebut, dengan demikian membantu ajaran agama Buddha menjadi agama dunia. Misionaris buddhis diundang oleh berbagai negara yang menyambut mereka dengan rasa hormat. Ajaran buddha tidak pernah diperkenalkan kenegara manapun melalui pengaruh penjajahan atau kekuasaan politik lainnya.
Ajaran Buddha adalah kekuatan spritual pertama yang kita ketahui dalam sejarah yang mampu mempererat sejumlah besar ras yang terpisahkan oleh hambatan jarak, bahasa, budaya, dan moral. Motifnya bukanlah perebutan perdagangan internasional, pembangunan kekaisaran atau nafsu pendudukan daerah baru. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana orang dapat memperoleh lebih banyak kedamaian dan kebahagiaan melalui praktek Dhamma.
Contoh yang baik, dari kualitas dan pendekatan misionaris buddhis adalah kaisar asoka. Pada masa Kaisar Asoka ajaran Buddha menyebar kebanyak negara asia dan barat. Kaisar Asoka mengutus misionaris buddhis keberbagai belahan dunia untuk memperkenalkan pesan sang Buddha. Asoka menghormati dan mendudkung setiap agama pada masa itu. Pengertiannya terhadap agama lain sungguh mengesankan. Salah satu kutipannya tertatah pada batu dipilar Asoka dan masih berdiri di India hingga kini.
“seseorang sebainya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan mengutuk agama lain, tetapi seseorang sebaiknya enghormati agama lain dengan alasan tertentu. Dengan berbuat demikian, seseorang membantu agama sendiri untuk tumbuh dan menyumbangkan jasa bagi agama lain. Dengan berbuat sebaliknya, seseorang manggali kubur bagi agamanya sendiri dan juga menyakiti agama lain. Barang siapa yang menghormati agamanya sendiri dan mengutuk agama lain, melakukannya melalui pemujaan terhadap agamanya sendiri, berfikir, ‘saya akan memuliakan agama saya sendiri’ namun sebaliknya, dengan berbuat demikian ia justru melukai agamanya sendiri dengan lebih parah; maka kerukunan itu baik adany. Biarkan semua mendengar dan berniat mendengarkan ajaran yang dianut oleh orang lain”.
Sekitar tahun 268 SM, beliau membuat doktrin Sang Buddha menjadi suatu kekuatan yang hidup di india. Rumah sakit, lembaga pelayanan sosial, universitas untuk pria dan wanita, kesejahteraan umum, dan pusat rekreasi bersemi dengan gerakan baru ini, dengan demikian orang menyadari kejamnya perang berdarah.
Zaman keemasan dalam sejarah India dan negara-negara Asia lainnya adalah masa ketika seni, budaya, pendidikan, dan peradaban mancapai puncaknya. Ini terjadi pada masa umat Buddha merupakan pengaruh terbesar di negara-negara ini. Perang suci, perusakan pengejaran, dan diskriminasi agama tidak mencemari masa-masa negara buddhis. Inilah sejarah mulia umat manusia yang benar-benar dibanggakan. Universitas besar Nalanda India yang tumbuh subur sejak abad ke-2 sampai ke-9 merupakan produk ajaran Buddha. Ini adalah universitas pertama dalam sejarah yang kita ketahui dan dibuka untuk siswa internasioanal.
Pada masa lalu, ajaran Buddha mampu berada dibanyak negara belahan timur, walaupun komunikasi dan transportasi masih sulit dan orang harus menyeberangi bukit dan gurun. Dalam rintangan yang sulit ini, jaran Buddha menyebar jauh dan luas. Kini pesan dhamma ini menyebar ke barat. Orang barat tertarik pada ajaran Buddha dan percaya bahwa ajaran Buddha adalah satu-satunya agama yang selaras dengan pengetahuan modern.
Misionaris Buddhis tidak memilki keinginan atau bernafsu untuk mengubah orang yang telah memiliki agama yang layak untuk dijalani. Jika orang puas dengan agamanya sendiri, maka tidak ada keperluan bagi misioneris Buddhis untuk mengubah mereka. Mereka mendukung penuh misioneris ajaran lain jika gagasannya adalah untuk mengubah orang-orang jahat, kejam, dan tak beradab menjadi menjalani hidup religius. Umat Buddha bahagia melihat kemajuan agama lain sepanjang mereka benar-benar menolong orang lain untuk menjalani kehidupan religius menurut keyakinan mereka serta menikmati kedamaian, harmoni, dan pengertian. Sebaliknya misioneris Buddhis menyesalkan tingkah laku misionaris tertentu yang menggangu pengikut agama lain karena tidak ada alasan bagi mereka untuk membuat suasana kompetisi yang tidak sehat untuk mengubah agama jika tujuan mereka murni hanya untuk mengajari orang untuk menjalani kehidupan religius.
Dalam memperkenalkan Dhamma kepada orang lain, misionaris Buddhis tidak pernah mencoba untuk menggunakan pernyataan khayalan yang dilebih-lebihkan yang menggambarkan hidup surgawi untuk menaruh keinginan orang dan membangkitkan hasrat mereka. Sebaliknya, mereka mencoba untuk menjelaskan sifat sejati manusia dan kehidupan adiduniawi seperti yang diajarkan Sang Buddha.

E.     Agama Yang Tepat
Agama apapun yang mengandung hal-hal semacam empat kebenaran arya dan jalan arya beruas delapan, dapat dianggap sebagai yang tepat.
            Sangat sulit untuk mengetahui kenapa ada begitu banyak agama dan agama man yang benar. Pengikut setiap agama mencoba menunjukakan keunggulan agama masing-masing. Perbedaan melahirkan beberapa bentuk pengembangan.  namun dalam hal agama, orang memandang satu sma lain dengan kecemburuan, kebencian dan penghinaan. Praktek religus yang palng dihormati pada satu agama dianggap menggelikan oleh yang lain. Untuk memperkenalkan kehebatan dan pesan perdamaian bebrapa orang telah mengambil jalan dengan senjata dan perang. Apakah mereka tidak malah mencemari nama baik agama? Tampaknya agama-agama tertentu justru mangakibatkan perpecahan alih-alih persatuan umat manusia. Saat ini kita mengetahui banyak agama yang mendorong pengikutnya utuk membenci agama lain, tetapi hanya segelintir agama yang mendorong penghormatan pada agama lain. Setiap agama mengajarkan tentang kasih, tetapi kenapa suatu agama tidak bisa mengasihi agama lain?
Untuk menemukan agama yang sejati dan tepat kita harus menimbang dengan pikiran yang tidak berat sebelah apakah sebenarnya agama yang salah. Agama atau filosofi yang salah mencakup: materialisme yang menyangkal kelangsungan hidup setelah kematian; amoralisme yang menyangkal kebaikan dan kejahatan agama yang menyatakan bahwa manusia secara ajaib diselamatkan atau dihukum; evolusia keilahian yang berpegang bahwa segala hal sudah ditakdirkan dan semua orang ditakdirkan untuk mencapai pengampunan akhir melalui iman belaka.
Ajaran Buddha bebas dari dasar-dasar yang tidak memuaskan dan tidak pasti. Ajaran Buddha adalah realiatas dan dapat dibuktikan. Kebenarannya telah dibuktikan oleh sang Buddha, dibuktikan oleh murid-murid-Nya, dan selalu tetap terbuka dan dibuktikan pleh siapapun yang ingin membuktikkannya dan saat ini ajaran Buddha, sedang dibuktikan oleh metode penyelidikan ilmiah yang paling hebat.
Sang Buddha menasehatkan bahwa bentuk agama apapaun adalah tepat jika mengandung empat kebenaran arya dan jalan mulia beruas delapan. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa sang Buddha tidak ingin membentuk agama tertentu. Yang ia inginkan adalah mengungkapkan kebenaran sejati hidup kita dan dunia. Walaupun Sang Buddha menjelaskan empat kebenaran arya dan jalan mulia berunsur delapan dengan terperinci, metode ini bukan milik umat Buddha saja. Hal ini adalah kebenaran universal dan terbuka bagi siapa saja yang ingin memahami kondisi manusia dan mencapai kebahagiaan.
Kebanyakan orang merasa perlu untuk mengajukan argumen untuk ‘membuktikan’ kesahihan agama yang mereka ikuti. Beberapa orang menyatakan bahwa agama mereka adalah agama tertua, maka itulah yang benar. Yang lain menyatakan bahwa agama mereka adalah agama terakhir atau terbaru, maka itulah yang benar. Beberapa menyatakan bahwa agama mereka punya pengikut paling banyak maka itulah yang benar. Tetapi tidak satupun argument ini yang sahih untuk menetapkan kebenaran suatu agama. Seseorang dapat menilai suatu agama hanya dengan menggunakan akal sehat dan pengertian. Beberapa tradisi agama mengharuskan manusia untuk tunduk pada kekuatan    yang lebih besar dari dirinya, kekuatan yang mengatur dan mengendalikan ciptaanya, tndakannya, dan pembebasan akhirnya. Sang Buddha tidak menerima kekuatan semacam itu tetapi beliau memberikan kekuatan dahsyat tersebut kepada manusia dengan menyatakan bahwa setiap orang pencipta dirinya sendiri dan bertanggung jawab akan keselamatannya sendiiri. Itulah sebabnya dikatakan bahwa: “tak seoarangpu yang sangat tak bertuhan seperti sang Buddha, namun tak seorangpun yang sangat serupa tuhan seperti Sang Buddha”. Agama Buddha menberikan martabat yang besar bagi manusia; sekaligus memberinya tanggung jawab yang besar. Umat Buddha tidak melemparkan kesalahan pada kekuatan eksternal ketika sesuatu yang buruk menimpa dirinya. Tetapi mereka dapat menghadapi kemalangan dengan keseimbangan batin karena mereka tahu bahwa mereka mempunya kekuatan untuk melepaskan dirinya sendiri dari semua kesengsaraan.
Salah satu alasan mengapa ajaran buddha menarik bagi kaum intelektual dan mereka yan berpendidikan tinggi adalah abahwa sang Buddha dengan jelas melarang pengikutnya untuk menerima semua hal yang mereka dengar tanpa menguji kesahihannya lebih dahulu (bahkan sekalipun hal itu datang dari Sang Buddha). Ajaran Buddha tetap dan bertahan dengan tepat karena kaum intelektual telah menantang setiap aspek ajaran ini dan telah menyimpulkan bahwa sang Buddha selalu mengucapkan kebenaran yang tak terbantahkan. Sementara ahli-ahli agama lain mencoba untuk mempertimbangkan kembali ajaran penemunya dalam pandangan pengetahuan modern tentang alam semesta, ajaran Buddha justru menjadi acuan dan dibuktikan para ilmuan. 

F.     Keyakinan Versus Kepercayaan
Keyakinan dan kepercayaan merupakan dua kata yang sangat mirip dalam pengartianya, banyak orang awam mengartikan sebagai dua kata yang memiliki arti yang sama, dimana yakin bisa dikatakan percaya dan percaya bisa dikatakan yakin. Namun jika dikaji dari makna katanya sesuai dengan pengertian dan pandangan yang benar, pengertian kedua kata tersebut sanganlah berbeda. Arti keyakinan disini bukan berarti kepercayaan yang membabi buta atau asal percaya begitu saja, akan tetapi merupakan suatu keyakinan yang didasarkan pada pengertian yang muncul karena bertanya dan menyelidiki (S. V, 226). Karena keyakinan itu muncul akibat pengertian, maka keyakinan umat Buddha pada sesuatu yang diyakini tidaklah sama kualitasnya. Tidak ada pengertian yang sama pada orang yang berbeda-beda dan akibatnya kualitas keyakinan setiap individu berbeda.
Yang disebut keyakinan adalah mengetahui suatu hukum kebenaran dengan jelas, sedangkan kepercayaan hanyalah karena menganggap suatu itu benar, tetapi tidak disertai dengan suatu bukti-bukti atau penglihatan lengkap. Seperti halnya pada zaman nenek moyang terdahulu, mereka mempunyai kepercayaan untuk dijadikan keyakinan mereka, seperti kepercayaan animisme dan dinamisme yang dijadikan sebagai tempat berlindung dan memohon kebahagian bagi mereka, akan tetapi kepercayaan yang mereka yakini belumlah mereka buktikan kebenarannya sesuai pengertian dan pandangan yang rasioanl.
Setiap agama apapun bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa, meskipun pengertian dan makna yang diberikan oleh tiap agama terhadap Tuhan Yang Maha Esa berlainan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Agama Buddha yakin dengan adanya Tuhan. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak sam dengan keyakinan terhadap adanya Benua Amerika atau keyakinan terhadap bentuk dunia yang bulat.

















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Arti dari keyakinan bukan berarti kepercayaan yang membabi buta atau asal percaya begitu saja, akan tetapi merupakan suatu keyakinan yang didasarkan pada pengertian yang muncul karena bertanya dan menyelidiki sendiri dengan pengertian yang rasional dan bijaksana. Sedangkan kepercayaan hanyalah anggapan terhadap sesuatu yang dianggap benar, tetapi tidak disertai dengan suatu bukti hasil dari pembuktian baik dalam bentuk bertanya atau penyelidikan dengan dasar pengertian dan pandangan yang rasioanal maupun  bikaksana.
Ada empat pokok-pokok  keyakinan yang paling utama. Yang pertama, keyakinan kepada Buddha. Kedua, keyakinan kepada jalan mulia berunsur delapan (Arya Atthangika-magga). Ketiga, keyakinan pada ketiadaan hawa nafsu (viraga) atau Nirvana,yang dinyatakan juga sebagai Dhamma. Keempat keyakinan pada arya-sangha, persekutuan orang-orang suci (A. II, 34).
Kebijaksanaan seseorang dalam menentukan keyakinan pada dirinya sendiri merupakan sember kekuatan keyakinan. Kekuatan keyakinan tersebut dapat menjadi pelindung seseorang apabila seseorang mempraktekkan ajaran dari keyakinan yang sudah ditentukkannya dengan baik.
Pandangan benar adalah pengetahuan benar tentang Empat Kebenaran Mulia yaitu pengetahuan benar tentang Dukkha, sebab menculnya Dukka, lenyapnya Dukkha dan jalan menuju lenyapnya Dukkha. Pada tingkatan biasa hanya merupakan  pengetahuan yang berdasarkan pada penalaran manusia biasa saja yang didasarkan pada kemampuan berpikir seseorang yang masih terbatas pada pengalaman yang dialaminya sehari-hari melalui indera-inderanya
Agama apapun yang mengandung hal-hal semacam empat kebenaran arya dan jalan arya beruas delapan, dapat dianggap sebagai yang tepat.
Misionaris Buddhis tidak memilki keinginan atau bernafsu untuk mengubah orang yang telah memiliki agama yang layak untuk dijalani. Jika orang puas dengan agamanya sendiri, maka tidak ada keperluan bagi misioneris Buddhis untuk mengubah mereka. Mereka mendukung penuh misioneris ajaran lain jika gagasannya adalah untuk mengubah orang-orang jahat, kejam, dan tak beradab menjadi menjalani hidup religius. Umat Buddha bahagia melihat kemajuan agama lain sepanjang mereka benar-benar menolong orang lain untuk menjalani kehidupan religius menurut keyakinan mereka serta menikmati kedamaian, harmoni, dan pengertian. Sebaliknya misioneris Buddhis menyesalkan tingkah laku misionaris tertentu yang menggangu pengikut agama lain karena tidak ada alasan bagi mereka untuk membuat suasana kompetisi yang tidak sehat untuk mengubah agama jika tujuan mereka murni hanya untuk mengajari orang untuk menjalani kehidupan religius.

B.     Saran
Saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis guna mengoreksi kekeurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini, sehingga untuk kedepannya penulis dapat memperbaiki kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah selanjutnya semoga makalah ini dapat menjadi bahan untuk digunakan sebagaimana diharapkan.







Daftar Pustaka
Dhammananda Sri. Keyakinan Umat Buddha, Jakarta: Ehipassiko Foundation 2005.
Tim Penyusun Departemen Agama, Buku Pelajaran Agama Buddha SLTA Kelas 1, Surabaya: Paramita
Wijaya,  Krishnanda Mukti, Wacana Buddha Dhamma, Jakarta : Yayasan Dharma  Pembangunan, 2006.


1 komentar:

  1. Merkur Gold Strike Safety Razor - FEBCASINO
    Merkur's Gold Strike Safety Razor, aprcasino Merkur Platinum Edge Plated Finish, German, 바카라 사이트 Gold-Plated, Satin https://febcasino.com/review/merit-casino/ Chrome Finish. Merkur communitykhabar has a more aggressive looking, 출장안마

    BalasHapus