Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 14 April 2015

Makalah Perbedaan Pandangan Vinaya Mahayana Dan Theravada

MAKALAH
PERBEDAAN PANDANGAN VINAYA MAHAYANA DAN
THERAVADA
Dosen Pengampu: Rapiadi Bhadra Purisa, S.Ag, MM, M. Pd. B




DISUSUN OLEH:
ANDINI
EDY PRAYOGA

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA
JINARAKKHITA
BANDAR LAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR

Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya
Penulis mengucapkann puji syukur kepada Sanghyang Adi Buddha, para Buddha, Bodhisatva, Mahasatva yang telah melimpahkan berkah dan perlindungan sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Perbedaan Pandangan Vinaya Mahayana dan Theravada” pada waktunya sebagai salah satu tugas kelompok dalam Mata Kuliah Vinaya Tematik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja serta dalam penulisan yang ajuh dari kesempurnaan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi perkembangan makalah selanjutnya.
Tidak lupa penulis mengucapkan trima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya, terutama bagi Mahasiswa-Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) Jinarakkhita Bandar Lampung.
Sadhu…Sadhu…Sadhu

Bandar Lampung, 18 Maret 2015

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................  i
KATA PENGANTAR .................................................................................  ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
A.       Latar Belakang ....................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C.       Tujuan .................................................................................................... 2
D.       Manfaat .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................
A.       Vinaya Mahayana .................................................................................. 3
B.       Vinaya Theravada .................................................................................. 3
BAB III PENUTUP ......................................................................................
A.       Kesimpulan ............................................................................................ 14
B.       Saran ...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

a.      Pengertian vinaya
Vinaya (etimologis) berarti aturan, tata tertibVinaya diartikan melenyapkan, menghapus, memusnahkan, menghilangkan segala tingkah laku yang menghalangi kemajuan dalam jalan pelaksanaan dhamma atau sesuatu yang membimbing keluar (dari dukkha).Menurut Y.Abhadantacarya Buddhagosa Thera dalam samantapasadika mengartikan istilah vinaya dalam tiga artian: yang pertama disebut vinaya karena mempunyai arti yang bermacam-macam yaitu, patimokkhuddesa lima macam, Apati tujuh kelompok, matika atau vibhanga, dan arti khususnya adalah anupannati atau suatu ketetapan tambahan yang dapat memperketat atau justru memperingan suatu tata tertib yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan yang ketiga vinaya dianggap sebagai suatu sarana untuk melatih serta mengendalikan tindakan dan ucapan karena dapat mencegah serta mengahalangi perbuatan jahat atau keteledoran yang keluar melalui tindakan dan ucapan.
b.      Manfaat dan Sifat Vinaya
Sang Buddha menetapkan vinaya bagi para bhikkhu berdasarkan 10 alasan, yaitu untuk:
1.      Kebaikan sangha (tanpa vinaya, eksistensi sangha tidak akan bertahan lama).
2.      Kesejahteran sangha (sehingga bhikkhu akan sedikit mendapat rintangan dan hidup damai).
3.      Mengendalikan para bhikkhu yang tidak teguh (yang dapat menimbulkan persoalan dalam sangha).
4.      Kesejahteraan bhikkhu yang berkelakuan baik (karena pengalaman sila dengan baik menyebabkan kebahagian hidup sekarang ini).
5.      Melindungi diri atau melenyapkan kilesa yang telah ada (karena benyak kesulitan, dapat diatasi dengan laku moral yang baik).
6.      Mencegah timbulnya kilesa yang baru (kilesa tidak akan timbul pada orang yang memiliki sila yang baik).
7.      Memuaskan mereka yang belum puas dengan dhamma (karena orang yang belum mengenal dharma akan puas dengan tingkah laku bhikkhu yang baik).
8.      Menambah, keyakinan mereka yang telah mendengar dharma (karena orang yang telah mendengar dharma akan bertambah kuat keyakinannnya melihat bhikkhu yang baik).
9.      Meneggakan dharma yang benar (dharma bertahan lama bila vinaya dilaksanakan dengan baik oleh bhikkhu).
10.  Manfaat vinaya itu sendiri ( vinaya dapat memberikan manfaat kepada mahluk-mahluk, terbebas dari samsara).
Dalam kitab Anguttara Nikaya terdapat dua macam lagi:
“ Untuk memperoleh sokongan garavasadan untuk memusnahkan kelompok bhikkhu yang beritikad buruk”. Alasan pertama merupakan hal yang penting untuk sangha dan kedua memperlihatkan bagaimana vinaya telah melindungi sangha. Dharma telah terpelihara sampai sekarang berkat adanya sangha; dan sangha ini terpelihara karena adanya vinaya yang ditaati. Jelaslah bahwa vinaya memelihara dharma seumpama seutas benang mengikat bunga-bunga menjadi satu, sehingga mudah dicerai- beraikan oleh angin.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa perbedaan vinaya Mahayana dan Theravada?
2.      Apa perbedaan vinaya Theravada dan Mahayana?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Dapat memahami vinaya Mahayana
2.      Dapat memahami vinaya Theravada
3.      Dapat mengetahui letak perbedaan vinaya Mahayana dan Theravada

D.    Manfaat
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Perbedaan Vinaya Mahayana dan Theravada. Semoga setelah membaca makalah ini, dapat bermanfaat bagi pembacaanya dan bisa mengerti letak perbedaannya sehingga tidak ada lagi pandangan yang salah mengenai vinaya Mahayana dan Theravada. Karena Mahayana dan Theravada tujuanya sama mencapai Nibanna.













BAB II
PEMBAHASAN


A.    Vinaya Mahayana
Kitab-kitab vinaya dalam ajaran Mahayana pada umumnya bersumber pada catuh vinaya, yaitu:
1.        Sarvastivada vinaya (she Thung Lii) yang diterjemahkan ke dalam bahasa tiong hoa antara tahun 404-406 m oleh punnyatara dan terdiri dari 61 chuan
2.        Dharmagupta vinaya (She fen lii) yang diterjemahkan ke dalam bahasa tionghoa pada tahun 405 M oleh buddhajaya dan terdiri dari 60 chuan
3.        Mahasangika vinaya (ta sheng ce lii) diterjemahkan ke dalam bahasa tionghoa pada tahun 405 M oleh Buddha bandra, kitab ini terdiri dari 60 chuan
4.        Mahasangika vinaya (wu pu lu) diterjemahkan ke dalam bahasa tionghoa oleh buddhajiva pada tahun 423 M. Kitab ini terdiri dari 30 chuan

Patimoka Mahayana
1.      Parajika (Pali: Patimokhha)
Parajika merupakan bagian pertama dari Pratimoksa yang berisikan peraturan-peraturan bila dilanggar menyebabkan pengusiran dari sangha. Kesalahan-kesalahan itu tidak dapat diampuni dengan pengakuan dihadapan siding sangha ataupun dengan keetapan siding sagha sekalipun.
Pelanggaran parajika seperti sebatang jarum tanpa mata, batu pecah yang tak mungkin tersatukan lagi, sebatang pohon terpotong dua yang tak akan tumbuh lagi, ataupun seperti seorang mati. Dia telah sepenuhnya tergelincir dan menjadi suatu pembawa malu selama masa hidupnya.
Ada empat kesalahan parajika. Pelanggaran salah satu dari empat parajika merupakan kesalahan berayt dan menyebabkan seorang bhikku gugur kebhikkhuannya dan tidak dapat dithabiskan lagi menjadi bhikkhu.
Kesalahaan-kesalahaan itu adalah:
1.      Abhrahmacariya: melakukan hubungan kelamin
Seorang bhikkhu yang mengumbar diri dalam hubungan kelamin dengan wanita ,laki-laki, atau binatang betina, telah melakukan parajika.
2.      Adattadanad: Pencurian
Seorang bhikkhu yang secara salah mengambil barang apapun seharga 5 Masaka telah melakukan parajika.
3.      Vadha Himsa): Membunuh
Seorang bhikkhu yang membunuh manusia, baik dengan tangannya sendiri, ataupun petunjuknya, ataupun melalui hasratnya, atau berkomplot dengan pembunuhan.
4.      Uttara-manusyadharmapralapad: pernyataan palsu
Seorang bhikkhu yang berbohong dan menyombongkan telah mencapai tingkat kesucian atau kemampuan para normal yang sebenarnya tak dimilikinya, dia telah melakukan parajika.

2.      Sanghavasesa(Pali: Sanghadisesa
Sanghavasesa adalah bagian kedua dari peraturan Pratimoksa yang terdiri dari 13 pasal dan merupakan kesalahan menengah  setelah Parajika. Kesalahan Sanghavasesa mendekati pengusiran/ pengeluaran dari sangha, dan yang memerlukan pengakuan dihadapan sangha dan pengampunan oleh siding sangha untuk membebaskan dari pelanggaran yang telah diperbuatnya.
1.      Seorang bhikkhu dengan sengaja mengeluarkan air maninya racapan (masturbasi) dengan apapun, kecuali diwaktu mimpi, telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.
2.      Seorang bhikshu yang dengan birahi menyentuh bagian apapun dari tumbuh seorang wanita, bahkan juga rambutnya, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.
3.      Seorang bhikshu yang melayani pikiran birahi berbicara dengan kata-kata yang dapat menimbulkan birahi dengan seorang wanita, dia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.
4.      Seorang bhikshu yang dikuasai oleh birahi dan meminta seorang wanita untuk melakukan hubungan kelamin, dia telah melakukan Sanghavasesa.
5.      Seorang bhikshu bertindak selaku perantara, baik untuk perkawinan yang syah dan terbuka maupun yang secara diam-diam dan sumbang, dia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.
6.      Seorang bhikshu yang membangun kamar atau tempat tinggal untuk dirinya sendiri, pertama-tama ia harus mendapat izin dari kepala vihara atau sangha. Kamar itu harus dibangun harus sesuai dengan ukuran biasa, yaitu panjang 3 meter dan lebar 1,75 meter. Jika gagal tidak mendapat ijin kepala vihara atau sangha yang akan menunjukkan tempat untuk membangunnya, atau jika dia nmembangunnya lebih dari ukuran yang tersebut, dia telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.
7.      Seorang bhikshu diijinkan membangun kuti lebih dari ukuran tersebut dengan sokongan seorang pengabdi, tetapi dia harus lebih dulu mendapat ijin kepala vihara atau Sangha dan ditempat yang telah mereka tetapkan. Jika dia berbuat tidak sesuai dengan demikian, maka dia melakukan kesalahan Sanghavasesa.
8.      Jika seorang bhikshu sewaktu marah terhadap bhikshu lain membuat tuduhan palsu kesalahan Parajika terhadap Bhikshu itu, dan jika tuduhan palsu ini diketahui oleh bhikshu itu, maka dia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.
9.      Jika seorang bhikshu memginginkan balas dendam terhadap bhikshu lain, memfitnah bhikshu itu telah melakukan Parajika, dan jika fitnah ini diketahui oleh bhikshu itu, dia telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.
10.  Jika seororang bhikshu mencoba mengacaukan/ memecah belah Sangha,dan walaupun telah tiga kali di nasehati oleh bhikshu-bhikshu lain, dia tetap meneruskan maksudnya itu, dia telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.
11.  Jika seorang bhikshu melindungi bhikshu yang telah berdaya memecah-belah Sangha, dan walaupun bhikshu-bhikshu lainnya walaupun telah tiga kali menasehatinya dia tetap menerusjan maksudnya itu, dia telah melakukan Sanghavasesa.
12.  Jika seorang bhikshu yang melanggar pratimoksa, berkelakuan seperti seorang berkeluarga dan karenanya telah kehilangan penghargaan dari bhikshu-bhikshu lain, dan mengeluh bahwa bhikshu-bhikshu lain itu salah mengerti terhadap dirinya, bhikshu-bhikshu lainnya telah dua kali memperingatkannya namun tidak di perhatikan dan setelah bhikshu-bhikshu lain memberinya peringatan untuk ketiga kalinya dan memintanya memperbaiki kelakuannya, jika dia tetap tidak menghiraukannya, ia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.
13.  Jika seorang bhikshu yang keras kepala, yang sukar untuk bergaul dengannya, oleh karena sukar diajak bicara dan berkelakuan bertentangan dengan ajaran, membantah teguran yang diberikan kepadanya, jika bhishu-bhikshu lainnya telah dua kali peringatan, namun ia tidak merobah sikapnya yang tidak baik, dan setelah diperingatkan untuk ketiga kalinya oleh bhikshu-bhikshu lainnya, ia terus berkelakuan tidak patut, maka dia melakukan kesalahan Sanghavasesa.

Ksamayata (pengaknan dan pengampunan) sebagai berikut:
1.        Bhikshu harus mengakui kesalahannya dihadapan bhikshu yang jumblahnya tidak kurang dari 20. Jika tidak demikian, kesasalahannya tidak dapat diampuni.
2.        Bhikshu harus melaksnakan Manatta (istilah untuk penebusan), yaitu: duduk seorang diri ditempat tersendiri dan melafalkan do’a pertobatan untuk meminta pengampunan selama 6 malam penuh.
Dua pasal diatas adalah upacara pengakuan biasa bagi bhikshu yang telah melakukan Sanghavasesa. Untuk 9 pasal pertama seorang bhikshu dikatakan melakukan kesalahan tepat pada saat melakukan pelanggaran. Untuk 4 akhir seorang bhikshu dikatakan melakukan kesalahannya setelah tiga peringatan. Jika seorang bhikshu gagal untuk mengakui kesalahannya dia dapat diputuskan hubungannya dengan sangha (exkomunikasi).

3.        Aniyata (pali: Aniyata)
Kata Aniyata dipahami sebagai tindakan yang tidak jelas atau tidak dapat ditentukan pelangggaran mana yang telah dilakukan dan memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Ada 2 kesalahan Aniyata yaitu:
1.      Seorang bhikshu yang duduk berduaan dengan seorang wanita dalam suatu tempat yang tertutup dan diduga mungkin telah melakukan kesalahan Parajika mau sanghavasesa atau Naihsargik- prayascittika, telah melakukan Aniyata.
Jika dia mengakui bersalah dalam satu atata lain jenis kesalahan, maka jenis hukuman yang akan dikenakan sesuai dengan jenis kesalahan yang telah diperbuatnya.
2.      Seorang bhikshu yang duduk berduaan dengan seorang wanita disuatu tempat terbuka, tetapi tidak kelihatan dan ternyata telah melakukan satu kesalahan asusila, baik Sanghavasesa ataupun Naihsargika-prayacittika, dia melakukan satu kesalahan Aniyata.

Dua kesalahan Aniyata ini adalah antara Sanghavasesa dan Naihsargika-prayacittika dan kedua-keduanya itu adalah kesalahan yang dapat ditentukan. Jika Bhikshu mengaku bersalah dalam satu jenis kesalahan, maka hukuman akan dijatuhkan atas diriinya sesuai dengan jenis kesalahannya.

Ksamayati
Seorang bhikshu yang melanggar salah satu dari kesalahan-kesalahan ini dikatakan melakukan satu kesalahan Aniyata. Akan tetapi kesalahan yang telah dilakukan tidak diketahui secara pasti, tidak dapat ditentukan dengan jelas, dan tidak mempunyai sesuatu yang penting dan pasti, oleh karena itu memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalampada siding sanngha.

4.        Naihsargika Prayascittika (pali: Nissaggiya Pacittiya)

Ada 30 Peraturan Naihsargika-prayascittika. Pelanggaran peraturan ini adalah kesalahan yang ringan setelah kesalahan Aniyata. Peraturan-peraturan itu sebagai berikut:
1.      Seorang bhikshu boleh menyimpan pakaian yang berlebihan yang diberikan kepadanya selama 10 hari. Jika dia menyimpan lebih dari 10 hari, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
2.      Jika seorang bhikshu tidur tanpa pakaian, bahkan hanya untuk 1 malam.kecuali bila diumumkan oleh bhikshu-bhikshu atau sangha bahwa pikirannya kurang waras, dia telah melakukan Naisharagika-prayascittika.
3.      Seorang bhikshu yang telah memperoleh sepotong kain yang tidak cukup untuk satu pakaian, dengann harapan untuk mendapatkan tambahan kekurangannya, ia boleh menyimpan kain itu selama satu bulan. Jika ia menyimpannya lewat dari jangka waktu itu, dia telah melakukan. Naisharagika-prayascittika
4.      Jika seorang bhikshu menerima satu pakaian dari tangan seorang bhikshuni yang bukan keluarganya, kecuali kalau dia menerimanya sebagai pertukaran sesuatu barang, dia telah melakukan Naisharagika-prayascittika.
5.      Jika seorang bhikshu memberi perintah pada seorang bhikshuni yang bukan sanak keluarganya, untuk menuci atau menngelap, aztau menggosok jubahnya, dia telah melakukan Naisharagika-prayascittika.
6.      Jika seorang bhikshu meminta sehelai jubah dari seorang berkeluarga laki-laki atau perempuan yang bukan sanak- keluarganya, dan jika dia memperolehnya, maka dia telah melakukan naihsargikaprayascittika. (dalam hal ini, kecuali kalau jubahnya sendiri dicuti, hilang, terbakar atau hanyut dalam air).
7.      Seorang bhikshu yang telah kehilangan jubahnya boleh meminta jubah untuk menutupi badannya. Jika dia memita dan memperoleh jubag yang lebih dari itu (yang hilang), dia telah melakukan Naihsargikaprayascittika.
8.      Jika seorang bhikshu mengetahui bahwa seorang umat akan memberinya jubah dan mengiginkan yang lebih baik mutu dan lebih mahal harganya dari yang akan diberikan umat, dia telah melakukan Naihsargikaprayascittika.
9.      Jika seorang bhikshu mengetahui umat akan memberinya jubah secara kolektif, bila dia menginginkan mutunya  lebih baik dan harganya lebih mahal pergi meminta kepada mereka dan  kepada mereka dan memperolehnya, dia telah melakukan Naihsargikapravascittika.
10.  .Bilamana Raja, Brahmana atau Bangsawan mengirim dsejumblah uang dengan perantara seorang pesuruh kepada seorang bhikshu untuk membeli jubah, dia harus meminta pesuruh itu memberikan uang uang itu kepada Vaiyavagha-karana atau Viyavitya (perumah tangga yang melayani bhikkhu). Setelah pesuruh memberikan uang itu kepada Vaiyavagha-karana maka bhishu tersebut diberitahu bahwa bilamana ia memerlukan pakaian dia boleh mendapatkannya dari Vaiyavachakarana.
Jika bhikshu itu meminta pakaian dan Vaiyavachakarana sampai 3 kali dan gagal mendapatkannya, dia harus dan berdiri agar tertampak pada Vaiyavachakarana untuk 6 kali. Jika dia memintanya lebih dari 3 kli dan berdiri lebih dari 3 kali agar dilihat oleh Vaiyavachakarana dia telah melakukan Naihsargika-pravascittika. Dalam hal ini, bhikshu yang harus pergi menemui dan memberitahu kepada pesuruh tadi dan meminta pesuruh tadi untuk mengambil uang itu kembali dari Vaiyavachakarana tersebut.
11.  Jika seorang bhikshu membikin sehelai kain untuk bersila dari bulu binatang bercampurkann sutra, dia melakukann Naihsargika-pravascittika.
12.  Jika eorang bhikshu membuat sehelai kain untuk bersila seluruhnya dari warna hitam, dia telah melakukan suatu Naihsargika-pravascittika.
13.  Seorang bhikshu boleh membuat kain alas duduk dengan campuran 2 bagian hitam, 3 bagian putih, dan 4 bagian merah. Jika dia tidak membuatnya demikian, dia telah melakukan Naihsargika-pravascittika.
14.  Seorang bhikshu membuat kain alas duduk dan menggunakannya untuk 6 tahun. Jika sebelum 6 tahun ia membuat lagi alas duduk, dia melakukan Nahsargikaprayascittika.
15.  Bilaman seoran bhikshu membuat kain alas duduk baru, dia baru memotong 25 cm dari kain alas duduk yang lama, dan mencampurkannya dengan yang baru untuk memudarkan warna-warnanya, Jika dia tidak demikian dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
16.  Jika seorang bhikshu berjalan kaki dalam suatu perjalanan yang jauh dan orang memberinya bulu binatang (wol), dia boleh menerimanya dan membawanyasendiri sejauh 3 yoyana saja. (1 yoyana=10 mil). Lewat jarak tersebut, jika tiada orang membawakannnya dan dibawanya sendiri, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
17.  Jika seorang bhikshu menyuruh seorang bhikshuni yang bukan sanak keluarganya untuk mencelup atau menyisir bulu binatang (wol) dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
18.  Jika seorang bhikshu menerima emas atau perak apapun, baik dengan tangannya sendiri atupun melalui orang lain yang menyimpankan untuknya, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
19.  Seorang bhikshu yang berniaga dalam barang-barang berharga seperti emas, perak, batugiko, dan sebagainya, ia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
20.  Jika seorang bhikshu mengambil keuntungan dari seoranng berkeluarga dalam tukar menukar barang-barang, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
21.  Seorang bhikshu boleh menyimpan mangkok (Patra) yang dengan tidak sengaja diberikan kkepadanya untuk lamanya 10 hari. Jika dia menyimpannya lebih dari 10 hari, dia telah melakukan satu Naihsargika-prayascittika.
22.  Jika seorang bhikshu patra yang retaknya yang tidak melebihi lima celah, meminta seorang berkeluarga untuk memberinya mangkok yang baru, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika. Dia boleh meminta mangkok baru dari sesama bhikshu dan dia harus memilih satu yang mutunya lebih rendah.
23.  Seoarang bhikshu yang mendapat benang yang belum tersisir, meminta seorang penenun yang bukan sanak keluarganya untuk menenunya menjadi kain untuknya, ia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
24.  Jika seoranng bhikshu mengetahui ada orang yang tealh memesan kain tenun guna ditenun untuknya, dan dia pergi dan meminta tukang tenun untuk menukarnya dengan yang lebih baik dan berjanji akan memberinya ganti rugi, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
25.  Jika seorang bhikshu yang telah memberikan kain kepada bhikshu lain, kemudian menjadi marah kepada bhikshu itu dan mengambil kembali kain yang telah diberikannya dengan kekerasan, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
26.  Seorang bhikshu yang sakit yang menerima persembahan seperti mentega, susu ngadi, madu atau air tebu, dia boleh menyimpannaya selama 7 hari. Jika dia menyimpannya lebih dari 7 hari, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
27.  Bila satu bulan sebelum musim panas, seorang bhikshu boleh mencari kain guna dibuat menjadi jubah hujan, dan dalam waktu 15 hari sebelum musim hujan sudah membuat kain itu menjadi jubah hujan. Jika dia mencari dan mempergunakan jubah hujan itu sebelum waktu yang ditentukan, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
28.  Jika 10 hari sebelum musim varsa (vassa) seorang penderma menyampaikan kepada seorang bhikshu pakaian utuk bhikshu-bhikshu dalam upacara dan jubah bhikshu ini boleh menyimpanya tetapi dai harus tidak menyimpannya lebih dari satu bulan sesudah mulai vassa. Jika dia menyimpan lebih dari jangka waktu tersebut dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.
29.  Setelah jangka waktu satu bulan dari mulai vassa, seorang bhikshu yang tinggal dihutan diijinkan menyimpan sebagian dari pakainnya di dalam rumah didekatnya untuk selama 6 malam saja. Jika dia membiarkan pakainnya di rumah itu lebih dari jangka waktu tersebut, dia telah melakukan satu Naihsargika-prayascittika.
30.  Jika seorang bhikshu mengetahui bahwa seseorang akan memberikan sesuatu kepada bhikshu lain dan dia menyimpangkan pemberian  itu untuk bhikshu lain atau untuk dirinya sendiri, dia telah melakukan Naihsargika-prayascittika.

Ksamakarma (Permintaaan Ampun)
30 Naihsargika-prayascittika yang tersebut diatas merupakan kesalahan yang ringan. Seorang bhikshu juga melakukan kesalahan itu harus mengakui kesalahan atau kesalahan-kesalahannya dihadapan siding sangha agar dibersihkan dan dimurnikan.

5.        Prayascitta (Pali: Pacittiya)
Prayascitta adalah bagian kelima dalam Patimoksa yang terdiri dari 90 pelanggaran yang memerlukan penebusan kesalahan. Peraturan-peraturan itu sebagai berikut:
1.      Jika seorang bhikshu berbohong, baik sengaja atau tidak sengaja, dia telah melakukan Prayascitta.
2.      Jika seorang bhikshu memakai istilah kutukan dalam pembicaraan dia telah melakukan Prayascitta.
3.      Jika seorang bhikshu berbicara secara mengajak atau menyindir, dia telah melakukan Prayascitta.
4.      Jika seorang bhikshu bermalaman di suatu rumah yang hanya wanita atau wanita-wanita dan tiada pria, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali dijelaskan dalam pasal 6).
5.      Jika seorang bhikshu tidur seranjang dengan seorang sramanera atau orang berkeluarga lebih dari 3 malam dia telah melakukan Prayascitta.
6.      Jika seorang bhikshu mengajar Dharma pada seorang sramanera atau seorang berkeluarga dan mengucapkan kata-kata bersama-sama dengannya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 4).
7.      Seorang bhikshu yang menceritakan kesalahan bhikshu lain kepada seorang Sramanera atau orang berkeluarga dia telah melakukan Prayascitta (Dalam naskah diuraikan dalam pasal 9).
8.      Seorang bhikshu yang memberitahukan seorang Sramanera atau orang berkeluarga tentang suksesnya dalam hal Bodhi yang sebenarnya telah dimilikinya, telah melakukan prayascitta.
9.      Jika seorang bikshu mengajarkan Dharma pada seorang wanita dengan lebih dari 6 perkataan, terkecuali bila hadir seorang pria, dia telah melakukan Prayascitta.
10.  Jika seorang menggali tanah, baik dengan tangannya sendiri ataupun dengan petunjuk-petunjuknya, dia telah melakukan Prayascitta.
11.  Jika seorang bhikshu menyebabkan tetumbuhan tercabut dari tempatnya, dia telah melakukan Prayascitta.
12.  Jika seorang bhikshu dengan sengaja berbicara secara samar-samar, dia telah melakukan Prayascitta.
13.  Jika seorang bhikshu membenci bhikshu lain dan mencela bhikshu tersebut, dia telah melakukan Prayascitta.
14.  Jika seorang mengambil tempat tidur, atau bangku, atau kursi milik sangha, dan dia meletakan di tempat terbuka dan jika dia tidak membawanya kembali, dia telah melakukan Prayascitta.
15.  Jika seorang bhikshu mengambil tempat tidur milik sangha untuk tidur dikamar bhikshu, jika dia tidak mengembalikannya atau meminta seseoranng untuk mengembalikan ketempat semula, dia telah melakukan Prayascitta.
16.  Jika seorang bhikshu mengetahui suatu kamar didiami bhiksu lain,dan penuh dengan barang-barang dan harta benda, dan jika dia pergi tidur di dalam kamar itu sehingga bhikshu lainnya itu harus menyediakan tempat untuknya, dia telah melakukan prayascitta.
17.  Jika seorang bhiksu menjadi marah pada bhikshu lain dan mengusirnya dari kamar sangha, atau menariknya kelua, atau memerintahkan seorang lain untuk menariknya keluar dengan kekerasan dia telah melakukan Prayascitta.
18.  Jika seorang bhikshu memasuki kamar bhikshu lain dan berbaring di atas tempat tidur atau duduk di atas bangku yang dipergunakan untuk menaruh barang-barang dan harta benda, dia telah melakukan Prayascitta.
19.  Seorang bhukshu yang mengetahui ada mahluk-mahluk hidup di dalam air, lalu memercikan atau menyuruh orang lain memercikan air itu atas tanah atau rumput, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 20).
20.  Jika seorang bhikshu mempelester atap, pintu dan jendela kamarnya dengan tanah dan kapur, dan diijinkan untuk mempelesterkannya dengan 3 lapis plester saja. Jika dai membuat lebih dari 3 lapis, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 19).
21.  JIka seorang bhikshu yang tidak di tunjuk sebagai guru bhikshuni mengajarkan dharma dharma kepada para bhikshuni, dia telah melakukan prayascitta.
22.  Jika seorang bhikshu yang ditunjuk sebagai guu para bhikshuni mengajarlkan dharma pada seorang bhikshuni setelah matahari tilam ia telah melakukan Pryascitta.
23.  Jika seorang bhikshu yang membuat tuntutan palsu terhadap bhikshu lain yang telah diangkat sebagai guru para bhikshuni bahwa dia mengajar mereka demi untuk keuntungan. Dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 24).
24.  Jika seorang bhikshu member pakaian pada seorang bhikshuni yang bukan sanak keluarganya, terkecuali dia memberinya dalam tukar-menukar dengan barang lain dia telah melakukan Prayascitta.
25.  Jika seorang bhikshu menjahit pakaian untuk seorang bhikshuni yang bukan sanak-keluarganya, dia telah melakukan Prayascitta (dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 26).
26.  Jika seorang bhikshu bersendirian dengan seorang bhikshuni yang bukan sanak-keluarganya di tempat yang sepi, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 30).
27.  Jika seorang bhikshu mengajak seorang bhikshuni untuk menemaninya dalam suatu perjalanan ke suatu tempat, dan kalau dia berjalan ditemani bhikshuni itu lebih jauh dari jaraknya dari satu desa, dia telah melakukan Prayascitta. (kecuali bila perjlan itu melalui tempat sepi yang berbahaya bila bhikshuni berjalan sendirian).
28.  Jika seorang bhikshu mengajak seorang bhikshuni untuk menemaninya dalam perjalanan dalam berperahu hilir mudik, dia telah melakukan Prayascitta.
29.  Jika seorang bhikshu mengetahui bahwa seorang bhikshuni menyuruh seorang berkeluarga untuk memasak makanan yang baik untuknya dan jika dia memakan makanan itu, dia telah melakukan Payascitta.
30.  Jika seorang bhikshu mengundang seorang wanita untuk menemaninya dalam perjalanan dan jika dia berjalan ditemani oleh wanita itu lebih jauh dari jarak satu desa, dia telah melakukan Prayacitta.
31.  Seorang bhikshu yang yang tidak sakit diijinkan mengambil makanan satu kali saja di rumah-rumah pederma. Jika dia makan lebih dari satu kali, dia telah melakukan Payascitta.
32.  Bilamana seorang pengikut (dayaka) mengundang seorang bhikshu tertentu untuk pergi ke rumahnya untuk menerima pemberian makanan, dan jika pengikut itu menyebutkan salah satu 5 bhojaniya (5 macam makanan yang boleh dimakan, yaitu nasi, kue segar, kue kering, ikan dan daging) yang diberikannya pada bhikshu itu, jika setelah kembali dari tempat tersebut dengan makanan tadi dan memakan serta membagikannya pada lebih dari 4 bhikshu lainnya, dia telah melakukan Payascitta.
Kecuali dalam hal bhikshu kelima itu sedang sakit atau sibuk denagan Civarakala (waktu tertentu untuk membikin pakain), atau dalam berjalan kaki yang jauh, atau dalam berjalan melalui jalan air, atau sedang tinggal bersama-sama dengan bhikshu lain, dan makanan yang diberikan kepadanya tidak cukup, atau makanan itu mikik sangha.
33.  Jika seorang bhikshu telah menerima baik undangan untuk makan disesuatu tempat kediaman tertentu dan dia tidak pergi kesana, tetapi dia pergi makan di tempat lain, dia telah melakukan Prayascitta.
Kecuali, bila dia sedang dalam perjalan jauh, atau sedang menderita sakit demam, atau sibuk dengan Ciravarakala, atau menghadiri pertemuan sngha (Dalam naskah pali berpergian dalam perjalan yang jauh dan menghadiri pertemuan sangha, tidak diuraikan).
34.  Jika seorang bhikshu pergi meminta sedekah di suatu desa dan diberi orang banyak kue, dia hanya diijinkan menerima 3 mangkok penuh saja, dan jika dia menerima lebih dari 3mangkok penuh dia telah melakukan Prayascitta. (Jika dia menerima lebih dari 3 mangkok kue dia harus membaginya kepada sesame bhikshu).
35.  Setelah seorang bhikshu memakan dan berhenti makan, dia telah diijinkan makan suatu makanan tambahan, kecuali dia sakit. Jika dia berbuat demikian dia telah melakukan Prayascitta.
36.  Jika seorang bhikshu mengetahui bahwa bhikshu laintelah makan atau telah berhenti makan, dan dia memikatnya untuk melanggar Vinava dengan menganjurkan agar makan lagi, dan jika bhikshu itu memakannya memakannya, dia telah melakukan Prayascitta.
37.  Jika seorang bhikshu makan diantara tengah hari dan keesokan paginya, dia telah melakukan Prayascitta.
38.  Jika seorang bhikshu menerima makan dan menyimpannya untuk semalam dan memakannya esok paginya, dia telah melakukan Prayascitta.
39.  Jika seoang bhikshu memakan makanan yang tidak diserahkan kepadannya, dan jika makanan itu melewati tenggorokannya, dia telah melakukan Prayascittta. Kecuali air dan Dartakhasta (ranting pohon salix untuk membersikan gigi), (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 39).
40.  Jika seorang bhishu yang tidak sakit memeinta bhojania seperti nasi dicampur ghe, mentega, minyak, madu, ikan, daging, susu dan susu ngadi dari seorang yang bukan sanak-keluarganya dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 39).
41.  Jika seorang bhikshu member makanan dengan tangannya sendiri kepada seorang petapa bukan buddhis dia telah melakukan Prayascitta. Lain yang sedang makan, dia telah melakukan Prayascitta.
42.  Jika seorang bhikshu menerima undangan untuk makan di suatu tempat, tertentu, dan sebelum atau sesudah itu dia ingin pergi kesatu tempat lain, dia harus memberitahukannya kepada sesame bhikshu di dalam viharanya tentang keperluannya. Jika dia tidak berbuat demikian dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 46).
43.  Jika seorang bhikshu memaksa menyelipkan dirinya diantara bhikshu-bhikshu lain yang sedang makan, dia telah melakukan Prayascitta.
44.  Jika seorang  bhikshu duduk berduaaan dengan seorang wanita ditempat sepi, dia telah melakukan Prayascitta.
45.  Jika seorang bhikshu duduk berduaan dengan seorang wanita di tempat terbuka, dia telah melakukan Prayascitta.
46.  Dalam hal seorang bhikshu mengundang bhikshu lain untuk pergi menerima dana bersama-sama dengannya, jika setelah setengah perjalanan dia mengusir bhikshu itu, dengan demikian dia menjdi bebas untuk melakukan perbuatan asusila, dia telah melakukan Prayascitta.
47.  Bilamana seorang berkeluarga memberikan dengan sukarela Ctuprayatya (Emapt kebutuhan, yaitu pakaian, makanan, empat tinggal, dan obat) seorang bhikshu boleh menerimanya untuk keperluan 4 buan saja. Jika dia memintanya lebih banyak, dia telah melakukan Prayascitta, kecuali orang berkeluarga itu atas kemauannya sendiri untuk meneruskannya.
48.  Jika seorang bhikshu dipersenjatai yang siap untuk bertempur, dia telah melakukan Pryascitta tekecuali dia mempunyai alasan khusus.
49.  Jika seorang bhikshu harus mengunjungi tentara, dia tidak tinggal dalam tangis lebih dari 3 hari. Jika tinggal lebih dari 3 hari dia telah melakukan Prayascitta.
50.  Jika seorang bhikshu harus mengunjungi tentara untuk 3 hari, dia tidak diijinkan turun kemedan perang tentara atau perkemahaan sementara dimana tentara berkuda, gajah, kereta perang, dan pasukan infantry yang siap sedia untuk bertempur. Jika berbuat demikian, dia telah melakukan Prayascitta.
51.  Jika seorang bhikshu meminum-minuman keras, dia telah melakukan Prayascitta.
52.  Jika seorang bhikshu berenang untuk bersenang, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 53).
53.  Jika seorang bhikshu mengelitiki seorang bhikshu lain, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali di uraikan dalam pasal 52).
54.  Jika seorang bhikshu tidak menghindahkan peraturan-peraturan dan tidak menghiraukan peringatan bhikshu-bhikshu lain. Dia telah melakukan Prayascitta.
55.  Jika seorang bhikshu menakuti-nakuti bhikshu lain dengan hantu-hantu dia telah melakukan Prayascitta.
56.  Seorang bhikshu yang tinggal di India Tengah diijinkan mandi sekali dalam 15 hari dan jika dia mandi sebelum 15 harii dia dikatakan telah melakukan Prayascitta.
Terkecuali dia merasa panas, gerah atau henya berkeringat sehabis bekerja, atau jike pada musim hujan, atau kalau dia sedang berada dalam perjalanan. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 57).
57.  Jika seorang bhikshu tidak sakit menyalakan api yang besar untuk menghangtkan badannya, dia telah melakukan Prayascitta, tetapi jika dia menyalakan api untuk keperluan yang lain dia bebas dari kesalahan. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 56).
58.  Jika seorang bhikshu menyembunyikan para bhikshu lain atau pakaiannya atau kain untuk bersila, otak jarum, ikat pinggangnya, ataupun barangbarang lainnya, baik dengan tangannya sendiri atau dengan petunjuknya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam paul 60).
59.  Jika seorang bhikshu dengan tangannya sendri memberikan Vicalpacivar (berarti: pakaian yang seorang bhikshu berikan kepada bhikshu lain untuk digunakan semuanya dia) kepada bhikshu lain atau bhikshuni atau sramanera-sramanei, dan kemudian mempergunakaan pakaian itu tanpa ijin orang pada siapa pakaian itu telah diberikan, maka dia telah melanggar hak orang itu dan telah mekukan Prayascitta.
60.  Jika seorang bhikshu menerima pakaian yang baru dari seorang penyokong, dia harus membuat satu Bhindhu (tanda bundaran dengan warna biru atau hitam) pada saat sudu dari pakaian itu sebelumnya menggunakannya. Jika dia tidak berbuat demikian dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 58).
61.  Seorang bhiksu yang dengan sengaja membunuh seekor binatang telah melakukan Prayascitta.
62.  Seorangbhikshu yang mengetahu adanya kehidupan dalam air dan meminum air tanpa disring, telah melakukan Prayascitta.
63.  Jika seorang bhiksun yang mengetahui bahawa Adhykarana-samadha telah dipertimabngkan secara benar oleh sangha, nerasa tidak puas dan meminta dengan sombong satu pertimbangan baru, dia telah melakukan Pryascitta.
64.  Jika seorang bhikshu yang mengetahui bahwa seorang lain telah menlakukan suatu kesalahan dan merahasiakan fakta ini terhadap bhikshu-bhikshu lain, atau menyimpan rahasia ini, dia telah melakukan Prayascitta.
65.  Jika seorang bhikshu mengetahui seorang pemuda belum mencapau umur dua puluh dan menthabiskannya, dia telah melakukan Prayascitta.
66.  Jika seorang bhikshu mengakui kesalahannya di hadapan bhikshu lain, dan dan kesalahannya diampuni dengan penebusan menurut auran vinaya, kemudian menyalahkan bhikshu itu karena di pandang sebagai pembuat kesalahan atau pelanggaran, dia telah melakukan Prayascitta.
67.  Jika seorang bhikshu mengetahu bahwa seorang bhikshu adalah seorang penyerang atau perusak dan mengundangnya untuk menemaninya dalam suatu perjalanaan kaki, bila dia berjalan ditemani oleh orang itu lebih jauh dari jarak satu desa, dia telah melakukan Prayascitta.
68.  Jika seorang bhikshu memperotes ajaran-ajaran Sang Buddha, dan semua bhikshu dengan suara bulat menyatakan bahwa ia salah, dan bila telah tiga kali dilakukan usaha untuk menyadarkannya tetapi masih bertahan dan mengulangi protesnya, dia telah melakukan Prayascitta.
69.  Jika seorang bhikshu bergaul dengan bhikshu lain yang memperotes ajaran-ajaran sang Buddha, dan melakukan upacara Sanghakarama atau makan atau tidur dengannya, dia telah melakukan Prayascitta.
70.  Jika seorang bhikshu menganjurkan seorang Sramanera memperotes ajaran-ajaran Sang Buddha, atau mengambil pihaknya, atau menunjangnya atau makan, atau tidur bersama dengannya, dia telah melakukan Prayascitta.
71.  Jika seorang bhikshu berkelakuan congkak, dan menjawab secara samar-samar kepada bhikshu lain yang memperingatkannya tentang kelakuannya itu, dia telah melakukan Prayascitta.
72.  Jika seorang bhikshu menganggu bhikshu lain dalam penbacaan pembacaan peraturan patimoksa di luar kepala, ia telah melakukan Prayascitta.
73.  Pada saat pembacaan larangan-larangan itu di dalam siding seorang bhikshhu yang telah melakukan pelanggaran itu dengan mendusta mengatakan bahwa dia baru saja mengetahui larangan itu, dan seorang bhikshu lain yang mengetahui larangan itu, dan seorang bhikshu lain yang mengetahui alasannya yang bohong itu, membukakan kesalahan. Jika dia tidak mengakui kesalahannya dia telah melakukan Prayascitta.
74.  Jika seoranng bhikshu yang telah melakukan penembusan kesalahn dihdapan sangha dan kemudian menyalahkan Sangha, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diurakan dalam pasal 79).
75.  Jika seorang bhikshu yang hadir dalam siding sangha, meninggalkan siding selagi sedang dipertimbangkanya suatu perkara tanpa member sesuatu alasan, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 80).
76.  Jika seorang bhikshu dengan sengaja menyebabkan gangguan kepada bhikshu-bhikshu lain, dia telah melakukan Prayascitta.
77.  Jika terdapat pertengakaran antara dua bhikshu, seorang bhikshu menyembunyikan dirinya untuk mendengarkan dan kemudian memeberitahukan kepada salah seorang yang bertengkar itu, dia telah melakukan Prayascitta.
78.  Seorang bhikshu yang menjadi marah kepada bhikshu lain dan memukulnya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 74).
79.  Seorang bhikshu yang menjadi marah pada bhikshu lain dan mengangkat tangannya seakan hendak memukul bhikshu itu, ia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 75).
80.  Seorang bhikshu melakukan tuduhan palsu kesalahan sangha-vasesa terhadap bhikshu lain, telah melkukan prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 76).
81.  Jika seorang bhikshu yang tidak mendapat ijin memasuki kamar yang didalamnya raja sedang duduk bersama permain surinya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 83).
82.  Seorang bhiksu yang melihat suatu barang jatuh dan menyimpanya untuk keperluan sendiri atau memberikannya kepada orang lain, telah melakukan Prayascitta.
Jika suatu barang jatuh ketanah di dalam vihara atau kamarnya, dia harus menyimpannya untuk dikembalikan kepada pemiliknya yang dikenalnya. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 84).
83.  Jika seorang bhikshu harus pergi kesalah satu rumah di suatu desa pada malam hari, dia harus memberitahukan tujuannya kepada bhikshu lain. Jika dia tadak berbuat demikian dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam nasah pali diuraikan dalam Pasal 85).
84.  Jika seorang bhikshu memberikan tempat tidur untuknya sendiri dia harus membuatnya dengan kakinya tinggi inchi, diukur dari papan tempat tidur pada mana kaki ipakukan. Jika dia membuat kaki tempat tidurnya lebih tinggi dari itu, dia telah melakukan Prayascitta. Dia harus memotong kaki terlalu panjang itusebelum mempergunakanna, jika tidak dia melakukan kesalahan. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 87).
85.  Jika seorang bhikshu membuat tempat tidur dan melapisinya dengan kapuk dia telah melakukan Prayascitta. (Yang asama juga berlakku untuk kasur dari kapuk). (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 88).
86.  Jika seorang bhikshu membuat kotak jarum dari tulang, tanduk atau gading, dia telah melakukan Prayascitta. Dia harus menyebabkan satu pecahan atau celah didalamnya sebelum mempergunakannya, jika tidak dia tidak bebas dari kesalahan.
87.  Jika seoorang bhikshu membuat kain alas dudUK (nisidana) dia harus membuatnya menurut ukuran yang diperbolehkan yaitu panjang 38 cm, lebar 25 cm pinggiran disekelilingkain itu. Jika dia membuatnya lebih lebar dari itudia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraiakan dalam pasal 89).
88.  Jika seorang bhikshu membuat pakaian daam untuk bagian bawah badannya, dia diijinkan membuatnya menurut ukuran yang diterima, yaitu panjang 100 cm dan lebar 62 cm. Jika ia membuatnya lebih besar dari itu, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah pali diuraikan dalam pasal 89).
89.  Jika seorang bhikshu membuat jubah hujan, dai harus membuatnya Cmenurut ukuran yang diperbolehkan, yaitu panjangnya 150 cm dan lebar 62 cm. Jika dia membuatnya besar dari itu, dia telah melakukan Prayacitta.
Dia harus memotong bagian yang terlalu panjang atau terlalu lebar sebelum menggunakannya, jika tidak dia tidak bebas dari kesalahan. (Dalam nasakah pali diuraikan dalam pasal 91).
90.  Jika seorang bhikshu membuat Civara dengan ukuran yang sama atau yang lebih besar dari Civara yang digunakaan oleh Sang Buddha, dia telah melakukan Prayascitta.

Jika Civara yang digunakan Sang Buddha ialah panjang 225 cm dan lebar 150 cm. Dia harus memotong bagian dari pakainnya yang terlalu lebar dan terlalu panjang, dan membuat Civaranya di bawah ukuran yang tersebut di atas sebelum dia mengenakannya, jika tidak dia tidak bebas dari kesalahan. (Dalam naskah pali, diuraikan dalam pasal 92).
Ksamakarma
Kesalan Prayascitta ini dapat diampuni dengan pengakuan dihadapan Sidang atau dihadapan bhikshu atau bhikshu-bhikshu, agar supaya pelanggaran dapat dibersihkan daripada kesalahn.

B.     VINAYA THERAVADA

Vinaya Theravada (Pali)

Vinaya Theravada (Pali) merupakan hasil daripada sangha samaya yang ditetapkan pada sangha samaya I dibawah pimpinan Y.A.Mahakassapa Thera dan ulangan dari Y.A.Upali thera. Bagian pertama dari vinaya pitaka adalah terdiri dari beberapa peraturan disiplin yang diberikan untuk mengatur para siswa Sang Buddha  yang diterima sangha sebagai bhikkhu dan bhikkhuni.

Pengelompokan Vinaya Pitaka
Dalam pali vinaya (Theravada) yang bersumber dalam vinaya pitaka, vinaya dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu:
1.      Vinaya pitaka dibagi dalam lima buku (kitab) menurut jenis dan kategori peraturan dan pelanggaran yang ditetapkan dan terdiri dari beberapa penggolongan yaitu:
a.       Parajika pali, vinaya III merupakan buku satu dari vinaya pitaka yang memberikan penjelasan secara rinci tentang peraturan-peraturan disiplin penting berkenaan dengan parajika dan sanghadisesa serta aniyata dan nissagiya yang merupakan pelanggaran kecil
b.      Pacitteya pali merupakan buku 2 dari vinaya pitaka ynag berisikan tentang serangkaian peraturan lain bagi para bhikkhu yaitu paciteya, patidesaniya, sekkhiya vatta, adikarana samata serta peraturan-peraturan disiplin yang sama bagi para bhikkkhu dan bhikkhuni
c.       Mahavagga pali merupakan buku 3 yang isinya sama dengan penggolongan yang pertama
d.      Culavagga merupakan buku yang ke empat dari vinaya pitaka dan isinya sama dengan penggolongan yang pertama
e.       Parivara pali, parivara pali berisikan tentang pedoman dan penjelasan tentang bagaimana peraturan diberikan untuk mengatur para bhikkhu dan urusan-urusan administrasi dalam sangha dan prosedur tepatnya dalam penyelesaian dan penanganan persoalan hukum yang berlaku dikalangan sangha

2.      Untuk mempermudah dalam mempelajari peraturan-peraturan atau vinaya tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok menurut himpunan yang terdapat dalam vinaya pitaka, yaitu:
1.    Sutta Vibhanga
Sutta vibhanga merupakan penggolongan pelanggaran yang dibagi ke dalam delapan kelompok yaitu: parajika, sanghadisesa, aniyata, pacitiya, nisagiya pacitiya, patidesaniya, sekkhiya, dan adikarana samatha. Yang semuanya berjumlah 227 sila untuk bhikkhu dan 311 untuk bhikkhuni. Pada dasarnya penggolongan dalam buku ini terdiri dari dua bab yaitu Bhikkhu sutta vibhanga dan bhikkhuni sutta vibhanga yang berisikan tentang suatu rangkaian peraturan untuk bhikkhu dan bhikkhuni. Dan untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada skema berikut ini:
Skema tentang bagian-bagian dari:
Patimokkha Sila
No
Jenis Pelanggaran (APATTI)
Vinaya Bhikkhu
Vinaya Bhikkhuni
1
Parajika
4
8
2
Sanghadisesa
13
17
3
Aniyata
2
-
4
Nisagiya Pacitiya
30
30
5
Pacittiya (Suddhika)
92
11
6
Patidesaniya
4
6
7
Sekkhiya Vatta
75
8
8
Adikarana Samatha
7
75
7
Jumlah
227
311

2.             Khandaka-khandaka
Khandaka-khandaka dibagi menjadi dua:
A.     Maha Vagga
1.        Mahakhandaka yaitu mengenai peristiwa sesaat setelah mencapai penerangan sempurna  hingga terbentuknya sangha dan berbagai metode atau aturan-aturan untuk memasuki sangha
2.        Uposatha Khandaka yaitu mengenai pengumuman hari-hari dan pertemuan Uposatha serta berbagai jenis sima
3.        Vassupanayika Khandaka yaitu bagian mengenai memasuki Vassa baik itu peraturan maupun tempat tinggal selama musim hujan (vassa) dan cara pelaksanaannya.
4.        Pavarana Khandaka yaitu bagian mengenai tata cara upacara penutupan musim hujan (pavarana)
5.        Camma Khandaka yaitu bagian mengenai aturan untuk menggunakan pakaian dan perabot hidup
6.        Bhesajja Khandaka yaitu bagian mengenai pemakaian obat-obatan dan makanan
7.        Kathina khandaka yaitu bagian mengenai peraturan yang berhubungan dengan upacara kathina dan pembagian jubah tahunan
8.        Civara Khandaka yaitu bagian peraturan yang berhubungan dengan pemakaian bahan jubah, aturan tidur dan bagi Bhikkhu yang sedang sakit
9.        Campoyya Khanddaka bagian mengenai kegiatan-kegiatan sangha yang patut dan tidak patut serta cara menjalankan keputusan sangha
10.    Kosambiya Khandaka yaitu tentang perselisihan di kosambi di mana juga tercantum tentang cara penyelesaian perselisihan dalam sangha.

B.     Cula Vagga
Cula vagga terdiri dari beberapa aturan yaitu:
1.        Kamma khandaka bagian ini mengenai aturan-aturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran yang dihadapkan kepada sangha
2.        Parivasaka khandaka mengenai aturan untuk untuk menangani pelanggaran-pelanggaran yang dihadapkan kepada sangha
3.        Samuccaya khandaka mengenai aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah yang timbul, dalam hal ini  adalah hukuman dan rehabilitasi setelah menjalani hukuman
4.        Penerimaan kembali seorang bhikkhu
5.        Aturan-aturan untuk mandi, berpakaian dan lain-lain
6.        Tempat tinggal, perabot, penginapan-penginapan
7.        Perpecahan
8.        Perlakuan pada berbagai golongan  Bhikkhu dan kewajiban para guru dan samanera
9.        Pengucilan dari patimokkha
10.    Pentabisan dan petunjuk pada para Bhikkhuni
11.    Sejarah sangha samaya pertama di rajagaha
12.    Sejarah sangha samaya kedua di vesali
C.      Parivara
Berisi tentang penjabaran atau penjelassan dari pada sutta vibhanga dan khandaka-khandaka yang disertai dengan latar belakang dan cerita mengenai terjadinya aturan tersebut.
Selain dari beberapa penggolongan peraturan Vinaya yang terdapat dalam Vinaya Patimokkha yang dikenal sebagai Vinaya Pannati yang terdiri dari:
1.      8 anusanana: 8 peringatan, terdiri dari 2 kelompok bagian:
a.    Empat macam Nissaya-sumber kehidupan
Cara memenuhi kebutuhan-kebutuhan seorang bhikkhu  tergantung pada apa yang disebut Nissaya-sumber kehidupan yaitu:
a)      Berjalan mengumpulkan makanan di jalan-jalan (Pindapata)
b)      Mengenakan jubah “Pacsukula” (kain-kain usang yang diambil dari kumpulan sampah/tempat-tempat penguburan)
c)      Tinggal di bawah pohon
d)     Menyembuhkan penyakit dengan obat-obatan yang direndam dalam air seni yang telah dibusukkan
b.   Empat macam Akaraniya kicca-empat macam pelanggaran berat:
a)         Melakukan hubungan kelamin/seks
b)        Mencuri harta milik orang lain
c)         Membunuh makhluk-makhluk hidup
d)        Menyombongkan diri bahwa telah mencapai tingkat tingkat perkembangan batin yang lebih tinggi daripada manusia biasa yang sebenarnya belum ia capai

2.      Tujuh apatti (pelanggaran) dan 1 Adhikarana Samatha
Ditinjau dari akibatnya, Apatti terbagi atas dua macam yaitu:
a)         Atekicca (incurable) yang merupakan pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki lagi dan menyebabkan seorang bhikkhu terkalahkan, harus keluar dari kebhikkhuan (lepas jubah) dan tidak dapat ditahbiskan menjadi bhikkhu lagi sepanjang sisa hidupnya, merupakan pelanggaran berat (Garukhapati) yang terdiri atas parajika 4
b)        satekiccha (curable) yang mencakup pelanggaran yang dapat diperbaikidan mencakup:
Ø  Pelanggaran sedang (majjhimapati)
Merupakan pelanggaran sanghadisesa 13 yang untuk pembersihannya  bhikkhu yang bersangkutan harus mengakui kesalahnnya di hadapan sangha (20 bhikkhu) dan harus melakukan manatta (mawas diri selama enam malam penuh di tempat tersendiri) untuk kemudian di rehabilitasi oleh sangha dengan minimal 20 bhikkhu
Ø  Pelanggaran ringan (lahukapati)
Merupakan pelanggaran ringan yang untuk membersihkannya bhikkhu yang bersangkutan harus mengakui kesalahannya dihadapan seorang bhikkhu atau lebih dan mempunyai kategori berbeda-beda dari yang lebih berat sampai yang paling ringan: Thulacaya, Pacittiya, Patidesaniya, Dukha dan Dubabasit.
Terdapat 2 jenis vinaya yaitu:
1.      Vinaya untuk umat berkeluarga (Gihi Vinaya): Pancasil
silagovada sutta
Sila untuk umat berkeluarga bersifat moral semata-mata yang digolongkan dalam pakati-sila.
2.        Vinaya untuk para rohaniawan (patimokkha-sila)
Sila untuk bhikkhu selain bersifat moral juga berlaku sila yang khusus untuk cara hidupnya yang digolongkan dalam pannati-sila.

Bila dilihat dari beberapa uraian di atas tentang vinaya baik itu dari Theravada maupun Mahayana bisa kita temukan beberapa perbedaan antara vinaya Theravada (pali) dan vinaya Mahayana
Jenis Apatti (Pelanggaran)
Bhikkhu
Bhiksu
Bhikkhuni
Bhiks-uni
Parajika
4
4
8
8
Sanghadisesa/sanghavasesa
13
13
17
17
Aniyata
2
2
-
-
Nissagiya/naihsangika
30
30
30
30
Paccitiya/prayascitta
92
90
166
178
Patidesaniya/pratidesaniya
4
4
8
8
Sekhiyavatta/siksa karaniya
75
100
75
100
Adhikarana/adhykarana
7
7
7
7
Jumlah
227
250
311
348

(Sansekerta) yaitu:
Terdapat juga perbedaan persepsi yang mendasar yaitu:
Masalah
Theravada
Mahayana
Bahasa ajaran Buddha
Magadha(pali) Buddha sekarang (sakyamuni)
Sansekerta Buddha lampau, sekarang dan akan datang
Aturan makan
Boleh makan daging, 3 syarat daging bersih (Tikoti parisudi mamsa) dalam jivaka sutta:
1. dia tidak melihat
2. dia tidak mendengar
3.dia tidak menduga daging tersebut disediakan untuknya
Tidak makan daging,
sayuranis-vegetarian, dalam boddhistva sila (Mahasihananda sutta)
Pembebasan
Makan sebelum tengah hari para arahat mencapai nibbana
Bodhisattva
melaksanakan 10 paramitta sebelum mencapai nibbana








BAB III
KESIMPULAN


A.    Kesimpulan
Vinaya (etimologis) berarti aturan, tata tertib. Vinaya diartikan melenyapkan, menghapus, memusnahkan, menghilangkan segala tingkah laku yang menghalangi kemajuan dalam jalan pelaksanaan dhamma atau sesuatu yang membimbing keluar (dari dukkha).

Perbedaan vinaya Mahayana dan Theravada
Jenis Apatti (Pelanggaran)
Bhikkhu
Bhiksu
Bhikkhuni
Bhiks-uni
Parajika
4
4
8
8
Sanghadisesa/sanghavasesa
13
13
17
17
Aniyata
2
2
-
-
Nissagiya/naihsangika
30
30
30
30
Paccitiya/prayascitta
92
90
166
178
Patidesaniya/pratidesaniya
4
4
8
8
Sekhiyavatta/siksa karaniya
75
100
75
100
Adhikarana/adhykarana
7
7
7
7
Jumlah
227
250
311
348







B.     Saran
Demikianlah makalah ini penulis uraikan, diharapkan dengan adanya pembahasan makalah, Mahasiswa-mahasiswi atau pun umat Buddha bisa mengetahui perbedaan vinaya Mahayana dan Theravada.
Saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis guna mengkoreksi kekuranngan yang terdapat dalam penulisan makalah ini, sehingga unyuk kedepannya penulis dapat memperbaiaki kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah selanjutnya semoga makalah ini dapat menjadi bahan untuk digunakan sebagaimana di harapkan.

















DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2003. Materi Kuliah Agama Buddha Untuk Perguruan Tinggi Agama Buddha (kitab suci vinaya pitaka).CV.DEWI KARYA ABADI: Jakarta
Pandita Dhammavisarada. Teja S.M. Rasid. 2009. Sila dan Vinaya. Yayasan Dhammacakka Jaya: Jakarta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar